Friday, February 13, 2009

Nirmala Bonat Dan Opini Publik

Apa yang saya harapkan dari kunjungan Presiden SBY ke Malaysia yang sedang berlangsung dalam kaitan dengan perbaikan nasib TKI di sana? Sangat banyak dan akan saya sampaikan pandangan mengenai akar permasalahan TKI kita di Malaysia. Saya tidak tahu ini kunjungan yang keberapa, tapi setidaknya pertemuan dengan Nirmala Bonat TKI yang mengalami penyiksaan dari majikannya mengirimkan pesan khusus kepada pemerintah Malaysia bahwa Indonesia serius dengan berbagai kasus yang menimpa TKI kita. Meminta pemerintah Malaysia memperhatikan nasib TKI adalah langkah bagus, tapi tanpa pembenahan keruwetan sejak proses rekrutmennya di tanah air seperti mendulang air terpercik muka sendiri.

Di bawah ini adalah beberapa hal yang sudah sejak dulu semestinya harus dibereskan oleh pemerintah apabila ingin menjadikan pahlawan devisa bukan hanya sebagai slogan semata. Poin2 ini berdasarkan hasil studi dan wawancara yang saya lakukan dari ujung Utara Malaysia di kota Penang, Selangor, Ipoh, Melaka, hingga Djohor di Selatan.

  1. Benahi sistem rekrutmen di kantong2 TKI. Hampir semua TKI dibodohi oleh para sponsor (orang2 yang mencari TKI dan mendapatkan fee) yang merupakan kepanjang tanganan PJTKI atau Pengerah Jasa Tenaga Kerja. Calon TKI dijanjikan upah tinggi, kerja enak, dan berbagai mimpi peningkatan kehidupan yang lebih layak dinegeri orang. Sponsor sudah menjalin kerjasama seperti layaknya mafia dengan aparat desa, sehingga dengan mudah mereka bisa mendapatkan kartu identitas walaupun masih di bawah umur. Dengan KTP aspal inilah yang nantinya akan dijadikan bekal untuk mendapatkan paspor. Tanpa dukungan sistem kependudukan yang masih jauh dari harapan, banyak pekerja migran yang bisa memperoleh KTP dan paspor walaupun masih di bawah umur. KTP dan paspor adalah dua tiket untuk mewujudkan impian lugu para TKI kita. Banyak diantara dari mereka yang terpaksa menggadaikan atau menjual tanah, rumah, kebun, dan sawah demi bisa menjadi TKI karena sponsor dan oknum PJTKI akan mematok tarif sesuai dengan negara tujuan. Untuk Malaysia, tarif berkisar antara 4 hingga 8 juta rupiah, suatu jumlah yang sangat besar untuk penduduk di desa yang miskin.
  2. Sertifikasikan PJTKI. Buat sistem sertifikasi untuk para PJTKI, bukan oleh pemerintah, tapi oleh lembaga independen yang kredibel seperti SGS / Sucofindo. Sistemnya begini, independent auditor akan melakukan audit terhadap setiap perusahaan PJTKI dari mulai sistem rekrutmen yang mereka lakukan, penampungan, hingga pemberangkatan. Semuanya harus transparan sebagaimana sebuah perusahaan ingin mendapatkan standard seperti ISO. Kalau mereka lulus, PJTKI akan diberikan semacam sertifikat yang hanya berlaku selama enam bulan sebelum diadakan audit lagi. Sertifikat ini akan dilampirkan saat proses rekrutmen hingga pemberangkatan dimana setiap airline tidak dapat menerbangkan TKI tanpa surat tersebut. Dengan sistem seperti ini diharapkan tidak sembarangan orang bisa mendirikan PJTKI karena semuanya harus melalui proses audit yang ketat.
  3. Tetapkan Biaya Berdasarkan Negara Tujuan Secara Terbuka. Selama ini biaya yang yang harus dibayarkan oleh TKI ditentukan secara sepihak oleh PJTKI, sama sekali tidak ada standard yang berlaku dan diketahui oleh masyarakat secara luas. Negara tetangga kita Filipina mempunyai suatu badan POEA (Phil Overseas Employment Agency) yang menentukan standard pembiayaan yang menjadi rujuan PJTKI, dan jangan coba2 melanggar karena mereka sangat tegas dalam memberikan sanksi kepada agen yang nakal.
  4. Buat lembaga lintas departemen. Belajarlah dari Filipina kalau masalah TKI karena negara ini sangat menghargai buruh migran mereka. Lembaga seperti POEA di atas sengaja untuk melakukan pembelaan terhadap nasib pekerja mereka di luar negeri. Selama ini, boro2 ada koordinasi, masing2 departemen berlomba-loba untuk berebut lahan pengurusan TKI danseringkali terlambat kalau tidak bisa dikatakan pasif saat TKI bermasalah.
  5. Jangan Mau Didikte Malaysia. Iya,karena kita punya kartu truf yang sangat kuat, TKI. Sejak jaman koeli kontrak, Malaysia selalu mempunyai hubungan khusus dengan TKI karena serumpun dalam masalah budaya dan bahasa. Buruh migran Indonesia merupakan mayoritas di Malaysia dan menjadi favorit para majikan di sana. Telah terbukti betapa terganggunya industri manufaktur dan perkebunan mereka pada saat terjadi pengusiran besar2an TKI ilegal. Apa yang kita harus perjuangkan ? Masalah penahan paspor, pembebasan pembayaran pajak (Levy) yang sangat memberatkan, keringanan pembayaran Employee Provident Fund (EPV) atau Jamsostek, pengaturan buruh non formal seperti pembantu rumah tangga, dan pemberian pendidikan bagi para anak TKI. Sebenarnya masih banyak lagi, tapi itulah poin penting yang sering dilupakan oleh pemerintah kita.
  6. Kedubes Adalah Ujung Tombak. Saya pernah mencari data jumlah tenaga kerja kita di sebuah negara di ASEAN, dan jawaban yang saya peroleh adalah ketiadaan data yang akurat. Yang menyebalkan, mereka menjawabnya secara malas2an dan tanpa usaha sama sekali untuk mencarikan data penting bagi studi yang saya lakukan. Itu hanya satu contoh pribadi, tapi saya menginginkan sebuah perwakilan RI yang berwibawa dalam menelaah setiap kontrak kerja yang dibuat antara majikan dengan buruh di Malaysia. Sekali lagi FIlipina sebagai contoh, setiap kotrak pekerja migran harus di setujui dulu oleh kedubes setempat. Tanpa legalisir, perusahaan lokal tidak diperbolehkan merekrut pekerja mereka. Bagus kan?
  7. Benahi Bandara. Ini laksana gajah dipelupuk mata dan dianggap sebagai kuman. Eksploitasi buruh migran kita seolah selalu dibiarkan dan terjadi secara kasat mata di bandara kebanggaan kita. Para TKI yang lugu dan baru mendarat akan digiring laksana domba ke Terminal 3 ketempat mereka diperas dan ditipu oleh para oknum berseragam maupun para preman. Saya sering menghela nafas saat menyaksikan mereka mulai melakukan aksinya, seperti disuruh menukar valas dengan kurs yang jauh dari harga resmi, diperas di tengah jalan untuk dimintai ongkos yang tidak masuk akal, dan berbagai pungutan yang menyesakan dada. Kalau membereskan bandara saja tidak bisa, bagaimana mau memimpin bangsa ini?
  8. Perjanjian Bilateral Dengan Malaysia. Saya tidak tahu agenda apa yang dibicarakan oleh Presiden SBY dengan PM Abdullah Badawi dalam kaitan dengan TKI. Sekali lagi ini kesempatan dalam memuluskan butir2 perjanjian kerjasama yang lebih transparan antara kedua negara. Perjanjian ini tentu akan memuat butir2 hak dan kewajiban TKI beserta kedua negara yang hingga saat ini entah bagaimana nasibnya.

Masih banyak persoalan yang harus dibenahi terutama di tanah air. Percuma selalu menyalahkan Malaysia apabila kita tidak mau serius memberesi kisruh di rumah sendiri dulu. Sistem apapun boleh dibuat, tapi tanpa goodwill yang kuat akan muncul Nirmala lain di banyak negara dan saya hanya bisa ngenes akan kebodohan negara ini mengurus TKI.


Sumber

0 comments:

Post a Comment

Design by Free blogger template