TKW Palsukan Umur
Pontianak,- Kisah duka menambah rentetan catatan kelam para Tenaga Kerja Indonesia di negeri Jiran. Bocah belasan tahun, asal Jawa Barat, memalsukan usianya untuk bekerja sebagai buruh migran. Alasan klasik, memperbaiki kehidupan dan membantu meringankan beban orangtua kembali terdengar. Untung tak dapat diraih, buntung tangan didapat.
Catatan Aseanty W Pahlevi, Pontianak
LAELATHUL Mukaromah kini hanya bisa merenungi nasibnya. Saat ditemui, dia hanya banyak diam. Matanya sesaat kosong, dan lebih kerap menekuri lantai. Dia lebih sibuk membuat goresan maya di lantai Poltabes Pontianak, ketimbang memperhatikan beberapa pewarta dan polisi dihadapannya.
Dari bibirnya, bocah yang mengaku baru berusia 14 tahun tersebut, terungkap kedatangannya ke Brunai Darussalam sebagai TKW, berkat bantuan seorang agen. Lantaran usianya yang tidak sesuai paspor, masuknya Laela terindikasi illegal.
Dia menggunakan visa kunjungan untuk sampai ke Brunai Darussalam. Sang agen, yang saat ini tengah dicari keberadaannya oleh pihak kepolisian, Laela dijanjikan gaji sebesar $200 Brunai setiap bulannya. Tergiur bayaran yang besar, Laela pun menyanggupi.
Laela pun bekerja sebagai pembantu di salah satu keluarga di sana. Walau berat, Laela yang terbiasa dengan pekerjaan kasar di rumah, kini dihadapkan dengan seperangkat alat elektronik. Berat dirasa, namun keletihan dan sakit hati akibat perlakuan majikan, kerap terpupus jika ingat kampung halaman. Laela pun menguatkan hati.
Hingga suatu ketika. Medio Maret 2007, Laela disuruh sang majikan untuk memotong rumput, pukul 11.00 waktu setempat. Karena banyak kerjaan, Laela baru memotong beberapa saat kemudian.
Ternyata hal ini mengundang murka sang majikan. Tak puas hanya mengomeli Laela, sang majikan membabi buta mengambil gunting pemotong rumput. “Majikan marah dan memotong jari tengah saya dengan gunting pemotong rumput,” kenang korban dengan muka tertunduk.
Tak ayal, Laela menjerit-jerit kesakitan. Si majikan tampaknya tak juga terbit belas ibanya. Laela malah dibiarkan mengerang seraya memegang jari yang telah berlumuran darah.
Beruntunglah saat itu, tetangga sang majikan bersedia membawanya ke rumah sakit. “Jari saya itu dimasukan ke dalam botol oleh rumah sakit Brunai, tapi lupa saya bawa,” timpal korban, ketika ditanya apakah ada upaya penyambungan jarinya tersebut.
Laela pun memutuskan berhenti. Malang tak hanya sampai disini merundungnya. Upah letihnya selama delapan bulan bekerja, juga tak dibayarkan. Ketika mau pulang, Laela hanya diberi ongkos ke Pontianak.
Kasat Reskrim Poltabes Pontianak, Kompol Sekar Maulana, mengatakan pihaknya telah bekerjasama dengan Komnas HAM dan Komisi Perlindungan Anak Daerah Kalbar. “Jika memungkinkan, kita akan membawa kasus ini hingga ke Brunai, agar korban mendapatkan keadilan,” tambahnya.**< Kisah duka menambah rentetan catatan kelam para Tenaga Kerja Indonesia di negeri Jiran. Bocah belasan tahun, asal Jawa Barat, memalsukan usianya untuk bekerja sebagai buruh migran. Alasan klasik, memperbaiki kehidupan dan membantu meringankan beban orangtua kembali terdengar. Untung tak dapat diraih, buntung tangan didapat.
Catatan Aseanty W Pahlevi, Pontianak
LAELATHUL Mukaromah kini hanya bisa merenungi nasibnya. Saat ditemui, dia hanya banyak diam. Matanya sesaat kosong, dan lebih kerap menekuri lantai. Dia lebih sibuk membuat goresan maya di lantai Poltabes Pontianak, ketimbang memperhatikan beberapa pewarta dan polisi dihadapannya.
Dari bibirnya, bocah yang mengaku baru berusia 14 tahun tersebut, terungkap kedatangannya ke Brunai Darussalam sebagai TKW, berkat bantuan seorang agen. Lantaran usianya yang tidak sesuai paspor, masuknya Laela terindikasi illegal.
Dia menggunakan visa kunjungan untuk sampai ke Brunai Darussalam. Sang agen, yang saat ini tengah dicari keberadaannya oleh pihak kepolisian, Laela dijanjikan gaji sebesar $200 Brunai setiap bulannya. Tergiur bayaran yang besar, Laela pun menyanggupi.
Laela pun bekerja sebagai pembantu di salah satu keluarga di sana. Walau berat, Laela yang terbiasa dengan pekerjaan kasar di rumah, kini dihadapkan dengan seperangkat alat elektronik. Berat dirasa, namun keletihan dan sakit hati akibat perlakuan majikan, kerap terpupus jika ingat kampung halaman. Laela pun menguatkan hati.
Hingga suatu ketika. Medio Maret 2007, Laela disuruh sang majikan untuk memotong rumput, pukul 11.00 waktu setempat. Karena banyak kerjaan, Laela baru memotong beberapa saat kemudian.
Ternyata hal ini mengundang murka sang majikan. Tak puas hanya mengomeli Laela, sang majikan membabi buta mengambil gunting pemotong rumput. “Majikan marah dan memotong jari tengah saya dengan gunting pemotong rumput,” kenang korban dengan muka tertunduk.
Tak ayal, Laela menjerit-jerit kesakitan. Si majikan tampaknya tak juga terbit belas ibanya. Laela malah dibiarkan mengerang seraya memegang jari yang telah berlumuran darah.
Beruntunglah saat itu, tetangga sang majikan bersedia membawanya ke rumah sakit. “Jari saya itu dimasukan ke dalam botol oleh rumah sakit Brunai, tapi lupa saya bawa,” timpal korban, ketika ditanya apakah ada upaya penyambungan jarinya tersebut.
Laela pun memutuskan berhenti. Malang tak hanya sampai disini merundungnya. Upah letihnya selama delapan bulan bekerja, juga tak dibayarkan. Ketika mau pulang, Laela hanya diberi ongkos ke Pontianak.
Kasat Reskrim Poltabes Pontianak, Kompol Sekar Maulana, mengatakan pihaknya telah bekerjasama dengan Komnas HAM dan Komisi Perlindungan Anak Daerah Kalbar. “Jika memungkinkan, kita akan membawa kasus ini hingga ke Brunai, agar korban mendapatkan keadilan,” tambahnya.
Sumber
0 comments:
Post a Comment