Sunday, January 25, 2009

XL Luncurkan Layanan untuk TKI

18 Desember 2008


Provider komunikasi seluler, PT Excelcomindo Pratama Tbk, meluncurkan layanan XL Sukses yang memudahkan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia. Presiden Direktur XL Hasnul Suhaimi di sela peluncuran XL Sukses di Jakarta Rabu menyatakan, XL sukses diluncurkan tidak semata-mata mempertimbangkan pasar potensial, tetapi sekaligus memfasilitasi pemerintah dalam melindungi TKI. 

Dalam memberikan layanan mudah dan murah kepada TKI, XL menggandeng anak perusahaan TM International Bhd, Celcom Malaysia. 

Layanan ini antara lain memberikan kemudahan melalui kartu perdana gratis, akses komunikasi internasional yang murah, kemudahan transfer dana ke Indonesia, transfer pulsa, layanan SMS broadcast dan VAS (Value Added Services). 

Sekretaris Utama BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia) Edy Sudibyo mengharapkan, layanan XL Sukses tidak hanya diberikan kepada TKI di Malaysia, tetapi juga di negara-negara. 

Dari data BNP2TKI disebutkan TKI telah menyumbang devisa kurang lebih 480 miliar dolar AS selama 2007. 

Layanan XL Sukses dapat diperoleh calon TKI di lokasi-lokasi pemberangkatan TKI, dengan masing-masing akan mendapatkan dua kartu gratis, XL Prabayar dan Celcom Sukses. 

Dalam waktu dekat, XL Sukses akan dilengkapi layanan XL Transfer Instan yang memungkinkan TKI di Malaysia mengirimkan uang kepada keluarganya di Indonesia. Layanan transfer ini XL menyajikannya melalui kerjasama dengan BNI. 

Layanan XL Sukses juga akan dilengkapi dengan fitur transfer pulsa dan VAS berupa jadwal sholat, info dari BNP2TKI dan sebagainya. 

Sumber: ANTARA News

Vila Mewah Penampungan TKI Ilegal Digerebek

BOGOR - Sebuah vila mewah di Kampung Jogjogan, Kecamatan Cisarua, Puncak, Bogor yang dijadikan penampungan TKI ilegal digerebek petugas dari Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) pada Rabu 7 Januari malam.

Dalam penggerebegan tersebut, petugas hanya mengamankan seorang tersangka, sedangkan 35 TKI ilegal berhasil melarikan diri. Petugas hanya mendapati makanan yang hendak disantap para TKI ilegal tersebut, barang barang milik TKI dan sepatu serta sendal yang ditinggal TKI. Meski demikian, petugas berhasil mengamankan seorang tersangka bernama Dadan.

Kasubdit Pengamanan BNP2TKI Kombes Pol Yurnalim Munir, Kamis (8/1/2009), mengatakan penggerebegan tersebut berawal dari adanya laporan seorang TKI yang tidak juga diberangkatkan ke Korea meski sudah menyetor uang puluhan juta rupiah.

Menurut petugas, rata-rata para calon TKI ini telah memberikan uang sebanyak Rp 40 juta hingga Rp80 juta agar bisa dipekerjakan ke negeri ginseng ini. Para TKI yang tertipu berasal dari daerah Lampung, Cirebon dan Brebes. Petugas kini masih memburu seorang tersangka utama.


Sumber

Kisah si Mbak TKI

Hummmh, hari gini kok ngelamun aja ya?? Padahal harusnya gw udah mulai sibuk do somethin new.. Tapi gw bersyukur sampai saat ini, gw masih bisa enjoy with my daily activities..Thanx God, gw udah punya ponakan yang lucu banget, jadinya di rumah ga sepi2 amat… ^.^

  Ngomong-ngomong soal lowongan kerjaan, mengapa banyak bener yang harus experienced gituh…sekalinya yang nerima fresh graduate kebanyakan outsourcing.. Tapi gw masih bersyukur lagi, soalnya gw masih bisa kok nikmatin jadi job seeker ^.^ Alhasil buat ngisi waktu, gw ambil kelas English lagi de hueheu..masih blebetan iki aku mas mbak…you know I know What do I do miss u very much lah…ngerti ta artine??? Ok, kembali ke LAPTOP!(mas tukul hwebat!) 


  Oia, gw kemaren baru dapet info baru dari tetangga gw tentang modus kriminal baru yang dialamin sama TKI di Arab sana. Mungkin kalian udah banyak yang tau, gini nih katanya disana udah mulai banyak TKI yang jadi korban perampokan tingkat tinggi. Awalnya, si mbak TKI yang notabene background pendidikannya pas-pasan banget dikasih minum sama majikannya. Padahal di minuman itu udah dikasih obat, nah otomatis mbak TKI itu kan pusing-pusing gitu. Terus si Mbak TKI dibawa ke RS deh sama majikannya, dan setelah diperiksa sama dokter katanya si Mbak TKI itu kena penyakit cancer dan harus cepet-cepet dioperasi. Nah Mbak TKI yang liat tulisan CANCER itu bingung dan takut dong, akhirnya si majikan dengan baik hatinya menawarkan ke Mbak TKI untuk membantu membiayai semua prosesnya. Akhirnya Mbak TKI setuju! Kemudian teman-teman sebangsa dan setanah air, setelah sadar si Mbak TKI dikasih tau oleh seorang suster yang baik hati bahwa sebenarnya si Mbak TKI itu sehat wal’afiat dan operasi tadi adalah proses perampokan besar-besaran. Gimana nggak besar-besaran, lha wong ternyata ginjalnya si Mbak TKI itu diangkat trus diambil buat dijual sama majikannya tanpa ijin gitu. Dan alhasil si Mbak TKI terkapar tak berdaya serta tak berduit ketika kembali ke tanah air Indonesia. Si majikan nggak ngasih gaji, alesannya gajinya udah dipake buat biayain operasi si Mbak TKI itu. Betapa malang si Mbak TKI itu, berniat untuk menambah pemasukan keluarga justru menambah pengeluaran keluarga. 


  Miris rasanya hati gw denger kabar seperti itu, Indonesia oh Indonesia…. Tapi gw sendiri juga belom bisa berbuat sesuatu untuk Negeriku… lebih miris ternyata..


Sumber

Kapal TKI Tenggelam Setelah Dihantam Ombak

Kamis, 15 Januari 2009 | 15:34 WIB
IDI, KAMIS — Kapal tongkang yang mengangkut 45 tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Aceh dan Jakarta dari Malaysia dilaporkan tenggelam akibat dihantam ombak besar.

Kapal tersebut tenggelam di perairan Peureulak, Aceh Timur, Senin (12/1) sekitar pukul 21.30 WIB. Sedikitnya 20 orang dari total penumpang plus awak kapal dinyatakan hilang. Sejauh ini, baru 16 orang yang berhasil diselamatkan oleh nelayan Idi dan satu korban meninggal, seorang perempuan.

Kasus tenggelamnya kapal pengangkut TKI ilegal itu terkesan ditutup-tutupi sehingga banyak kalangan yang kelabakan mencari kebenaran peristiwa tersebut. Selain itu, pencarian terhadap korban yang hilang terlambat dilakukan sehingga sampai Rabu malam masih ada sekitar 20 penumpang yang belum ditemukan.

Berdasarkan informasi yang diperoleh Serambi, kapal pengangkut TKI tersebut berangkat dari Pulau Penang, Malaysia, dan akan melego jangkar di perairan Aceh Timur. Namun, sesampainya di Selat Malaka, tepatnya di lepas pantai Peureulak, kapal tersebut tenggelam dihantam ombak besar. Sebelum karam, mesin kapal itu mendadak mati.

Berdasarkan pengakuan Bukhari, salah seorang TKI yang selamat, penumpang lainnya yang dia tahu selamat adalah Muliadi (29), warga Kecamatan Bandar Baru, Pidie, Amir (30) dan Muhammad (29), keduanya warga Kecamatan Tanah Luas, Aceh Utara.

Menurut Bukhari, 45 TKI asal Aceh tersebut berangkat dari Pulau Penang, Malaysia, pada Minggu (11/1). Dalam perjalanan dari lepas pantai Malaysia menuju perairan Aceh Timur, menjelang dua jam sebelum berlabuh, mesin kapal tiba-tiba mati.

Di tengah kesibukan awak buah kapal (ABK) memperbaiki mesin, sekonyong-konyong ombak besar menghantam badan boat. Air laut masuk ke dalam boat, lalu perlahan-lahan boat tenggelam.

“Sebagian penumpang yang tidak sempat menyelamatkan diri langsung digulung ombak. Kami yang sempat berenang akhirnya menyelamatkan diri dengan berpegangan di atas pelampung selama 13 jam lebih di laut lepas,” kata Bukhari didampingi anggota keluarganya.

Lalu, 16 orang di antara mereka diselamatkan sebuah kapal nelayan dari Kuala Idi yang kebetulan melintas. “Kami masih beruntung karena diselamatkan oleh nelayan dari Idi,” katanya.

Mereka mendarat di kawasan Idi Cut dalam keadaan lemah dan sebagian tidak lagi berpakaian lengkap. Para TKI yang diselamatkan itu kemudian diberikan sarapan di warung kopi salah seorang warga di Idi Cut. Pada saat itulah mereka baru mampu mengabarkan kepada keluarganya bahwa kapal yang mereka tumpangi dari Malaysia tenggelam di kawasan Peureulak.

“Sekitar pukul 08.00 WIB saudara mereka pun datang menjemput,” kata salah seorang warga, seraya mengatakan bahwa 13 orang lainnya yang selamat merupakan warga Jakarta.

Namun, sejauh ini masih belum jelas identitas para korban, baik yang selamat maupun yang masih dinyatakan hilang.

Sulitnya mendapat informasi mengenai kejadian itu, selain terkesan ditutup-tutupi, baik oleh para korban yang selamat maupun pemilik dan awak kapal, juga karena para nelayan di kawasan Aceh Timur sudah beberapa hari ini tidak melaut, berhubung ombak sedang besar.

Akibatnya, sampai Rabu malam, nama para korban yang belum ditemukan itu masih belum diketahui. Namun, korban yang ditemukan selamat sebagian besar warga Aceh Utara dan Peureulak.

Sementara itu, Kapolres Aceh Timur AKBP Drs Ridwan Usman melalui Pol Air, Aiptu Zainir, yang dihubungi Serambi, Rabu (14/1) sekitar pukul 18.30 WIB, mengaku telah menerima informasi tentang tenggelamnya kapal pengangkut TKI dari Malaysia itu. Namun, pihaknya belum mengantongi identitas para TKI, baik yang selamat maupun yang tenggelam.

Menurutnya, setelah informasi tersebut didapat, pihaknya bersama masyarakat nelayan langsung melakukan pencarian. Tak lama kemudian, seorang penumpang berjenis kelamin perempuan kemarin sore ditemukan dalam keadaan tak lagi bernyawa. “Satu orang telah ditemukan, tapi tidak ada identitasnya,” kata Zainir.

Pihak Polisi Air, sambung Zainir, terus melakukan pencarian bersama masyarakat nelayan untuk menemukan sekitar 20 TKI asal Aceh dan Jakarta yang dinyatakan hilang itu.


Sumber

PHK Mulai Ancam TKI

PHK Mulai Ancam TKI


Rabu, 14 Januari 2009 18:34 WIB
BANTUL, RABU - Krisis global mulai mengancam keberadaan tenaga kerja Indonesia atau TKI, terutama sektor pabrikan. Beberapa Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta atau PPTKIS mulai menerima pemberitahuan rencana PHK dari perusahaan klien mereka di luar negeri.
Sapto Priyono, staf administrasi PT Dian Yogya Perdana, Rabu (14/1) mengatakan, sejumlah perusahaan kliennya di Malaysia sudah menginformasikan rencana PHK selama bulan Januari-Maret. "Memang jumlah pastinya belum ada, tetapi kemungkinan berkisar 1.200 orang," katanya.
Sebagian besar perusahaan tersebut bergerak di bidang industri otomotif dan elektronik yang berorientasi ekspor ke negara-negara Eropa dan Amerika. Kebijakan PHK ditempuh perusahaan karena order produksi mereka terus berkurang, sehingga jumlah karyawan terpaksa dikurangi.
Menurut Sapto, pihaknya tengah mengurus asuransi PHK dengan salah satu perusahaan asuransi yang menjadi mitranya. "Kami sudah mempersiapkan klaim asuransi jauh-jauh hari sebelumnya, supaya pencairannya lebih mudah. Sesuai perjanjian, untuk masa kerja 1-2 tahun, besarnya klaim asuransi yang akan diterima TKI berkisar Rp 5-6 juta," katanya.
Selain ancaman PHK, krisis global juga membuat pesanan TKI yang diterima PPTKIS tahun ini turun drastis. Pada awal tahun lalu, PT Dian Yogya Perdana sudah menerima pesanan TKI sebanyak 400 orang, tetapi sekarang meski sudah masuk pertengahan bulan Januari, belum satu pun pesanan masuk.
Menanggapi masalah tersebut, Kepala Subdinas Penempatan dan Perluasan Tenaga Kerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (disnakertrans) Kabupaten Bantul, Bambang Sugiyantoro memperkirakan gelombang PHK TKI akan terus bertambah bila situsi ekonomi dunia tidak segera membaik.

Sumber

Saturday, January 24, 2009

TKW Umi Saodah Yang Terjebak di Jalur Gaza, Telah Berhasil Dievakuasi ke Cairo

Setelah melalui koordinasi yang cukup intens antara KBRI Cairo dengan pihak-pihak terkait di Indonesia, Mesir dan Palestina, akhirnya pada Kamis (22/01/09), Sdri. Umi Saodah, TKW yang terjebak di Jalur Gaza, berhasil di evakuasi oleh Tim KBRI Cairo. Pada pukul 18.00 waktu setempat, Umi Saodah diserahterimakan dari Mr. Abu Ja’far (Komite Rekonsiliasi Palestina/Ikatan Ulama Palestina) kepada Counsellor KBRI Cairo, Muhammad Abdullah di pintu perbatasan Rafah Mesir.

Dimulai dengan komunikasi yang cukup panjang antara pihak KBRI Cairo dengan Bulan Sabit Merah Palestina, dan setelah memperhatikan situasi yang dinilai cukup kondusif dengan berlakunya gencatan senjata di Gaza, Dubes RI Cairo memerintahkan tim evakuasi untuk segera menuju Rafah, Mesir pada Selasa (20/01/09). Rencananya, tim bermaksud untuk memasuki Jalur Gaza Palestina, namun aparat berwenang Mesir tidak mengijinkan karena alasan keamanan. Hal ini memaksa KBRI Cairo melakukan koordinasi kembali dengan berbagai pihak terutama untuk memastikan lokasi keberadaan Umi Saodah dan melakukan negosiasi kemungkinan evakuasi.

Koordinasi intens juga dilakukan dengan pihak kehakiman di Gaza guna memastikan ijin evakuasi, mengingat status Umi Saodah masih dalam proses hukum dan tidak memiliki dokumen perjalanan. Dalam proses ini, nama harum Indonesia sebagai pendukung tradisional Palestina, berikut tingginya solidaritas dan semangat masyarakat Indonesia dalam membantu meringankan penderitaan rakyat Palestina menjadi salah satu kunci yang memudahkan evakuasi Umi Saodah ke Cairo.

Selama proses evakuasi tersebut, KBRI Cairo dibantu berbagai pihak antara lain Bulan Sabit Merah Palestina, Bulan Sabit Merah Mesir, Aparat Keamanan dan Kehakiman Gaza di Palestina, dan MER-C Indonesia. (Sumber: KBRI Cairo)Ss

Sumber

Umi Saodah Segera Dipulangkan ke Tanah Air

GIANYAR - Umi Saodah, tenaga kerja Indonesia (TKI) yang terjebak di Jalur Gaza, Palestina, dalam waktu dekat akan dapat berkumpul kembali dengan keluarganya di tanah air.

Hal ini diungkapkan Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda usai melakukan rapat guna membahas Bali Democracy Forum (BDF) di Istana Tampaksiring, Gianyar, Sabtu, (24/1/2009).

"Saya sudah mendapat laporan dari Dubes Mesir bahwa yang bersangkutan sedang dalam proses pemulangan ke Indonesia," tegasnya di Bali.

Artinya, imbuh Wirajuda, perlindungan terhadap warga negara Indonesia di tengah perang yang berkecamuk di Palestina dapat dilaksanakan dengan baik.

"Mungkin dalam beberapa hari ini, TKI kita (Umi Saodah) sudah dapat pulang dan berkumpul dengan keluarganya kembali," harapnya.

Seperti diketahui, Umi Saodah adalah TKI yang bekerja di Jalur Gaza dan sempat ditangkap kepolisian Palestina dan ditahan karena melanggar kontrak.

Namun kasus ini dapat diselesaikan dengan baik dan kini yang bersangkutan telah berada di bawah perlindungan Kedutaan Besar Indonesia yang ada di Mesir.

Sumber

TKW Terjebak Di Jalur Gaza


Jakarta - Keberadaan Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang terjebak di jalur Gaza, Umi Saodah, hilang bak ditelan bumi. Bahkan hingga saat inipun pemerintah belum bisa menemukan jejak TKW asal Semarang itu. Hanya terakhir Umi diketahui ada di penjara.

"Komunikasi di sana (Palestina-red) semuanya terputus. Kondisi obyektif di sana tidak mudah ditempuh," kata Menakertrans, Erman Suparno, saat menemui keluarga korban di kantornya, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Selasa, (13/1/2009).

Guna menelusuri kebaradaan Umi, Depnakertrans terus melakukan kontak dengan mediator yang berada di Palestina bekerjasama dengan PMI. Pemerintah mengetahui keberadaan Umi terakhir, pada 6 Januari 2009, berada di penjara di Saraya Reform and Rehabilitation Center di Gaza City dengan tuduhan pencurian. Tapi kini penjara itu sudah dikosongkan Israel. "Yang pasti, kabar terakhir Umi masih selamat," tambahnya.

Ditemui Menakertrans, keluarga sangat berharap banyak terhadap usaha pemerintah. Paman Umi,Hanafi, mengaku keluarganya hanya bisa berdoa. "Kami sekeluarga hanya bisa berdoa tapi yang bisa berusaha hanya pemerintah. Ibu Umi sehari-hari menangis apalagi sekarang di sana sedang perang," ungkapnya seraya menahan tangis.

Umi Saodah adalah TKW asal Tlawongan, RT 6/5 Karang Tengah, Tuntang, Semarang. Sejak 2004 majikan tidak menggajinya. Kabar terakhir Umi bekerja kepada keluarga Suhaib Kamal di Jalur Gaza dengan alamat surat PO BOX 1439 Gaza, Palestina.

"Tuduhan pencurian oleh majikannya diduga guna meloloskan kewajiban dari membayar gaji yang ditunggak selama 5 tahun masa kerja, "kata Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah di tempat yang sama.

Umi Saodah: Saya Selamat

Liputan6.com, Jakarta: Umi Saodah, tenaga kerja wanita yang terjebak di Palestina akibat agresi Israel, kini kondisinya baik. "Baik semua," kata Umi kepada reporter Ariyo Ardi melalui sambungan telepon di Liputan 6 Petang, Jumat (23/1). Saat ini, Umi berada di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Kairo, Mesir.

Umi mengaku bisa keluar dari Gaza berkat bantuan polisi Palestina, Palang Merah Internasional, serta KBRI di Mesir. Wanita berusia 33 tahun ini belum tahu kapan kembali ke Indonesia. "Baru diusahakan. Insya Allah secepat mungkin," ucap Umi.

Saat ini, keinginan Umi adalah bertemu dengan orangtua dan keluarganya. "Jangan berpikir banyak, karena saya selamat," pesan Umi kepada orangtua dan keluarganya.

Seperti diberitakan sebelumnya, wanita asal Salatiga, Jawa Tengah, itu sudah delapan tahun bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Palestina. Menurut Umi, dia pernah mau pulang ke Indonesia, tetapi sang majikan bilang tidak ada paspor. "Malah saya dituduh mencuri dan dimasukkan ke penjara," kata Umi. "Dia (juga) tidak mau kasih gaji saya."

Sumber

Definisi TKI versi Tololpedia

Tenaga Kerja Indonesia atau TKI singkatnya, adalah bahan latihan tinju yang sangat efektif bagi penduduk Malaysia, Singapura, Hongkong, Taiwan dan Arab Saudi.

Bahkan terkadang tidak hanya untuk tinju saja, tetapi juga digunakan untuk latihan menampar yang bertujuan agar dapat menampar dengan baik, menendang yang bertujuan agar dapat menendang dengan baik, menyodok yang bertujuan agar dapat menyodok dengan baik, pemerkosaan yang bertujuan agar dapat memperkosa orang lain dengan baik sehingga memiliki pengalaman, siksaan, setruman, siraman air raksa, dan segala macam pelecehan lainnya. Jadi, secara tidak langsung TKI telah membantu mereka untuk menjadi orang yang bermoral hewani serta menjadi pembunuh berdarah merah (alih-alih berdarah hijau)

Lebih lanjut, TKI juga membantu mengurangi kasus pornografi serta maraknya pelacuran di negara-negara tersebut. Dengan adanya TKI tidak perlu untuk mencari serta membayar mahal karena di rumah ada pembantu yang bisa diperkosa.


[sunting] Keuntungan yang diperoleh dengan menjadi TKI

  • Bagi para calon TKI ke Malaysia: Kursus lompat gedung serta panjat tembok gratis, dan tidak perlu membayar untuk latihan Rappelling dengan gorden.
  • Bonus lain bagi para calon TKI ke Malaysia: Papan alas setrika, agar sang majikan tidak menyetrika pakaiannya di punggung para TKI tersebut.
  • Bagi para calon TKI ke Arab Saudi: 365 Masker pelindung gratis tiap tahunnya untuk melindungi wajah dari siraman air raksa cambukan penuh kasih sayang.
  • Bagi semua TKI: Tugas-tugas tambahan yang diantara lainnya adalah mengurus anak hasil perkosaan majikan, serta dapat lebih mengenal dukun aborsi di negara-negara lain, ada kemungkinan mereka ingin memperluas usahanya keIndonesia.
  • Bagi semua TKI: Peti mati diberikan gratis pada akhir masa kontrak, serta mendapat gelar almarhum.

[sunting] Keuntungan yang diperoleh dengan menjadi calo TKI

  • Bagi calo TKI bonus bervariasi, calo dikampung dapat Rp100,000 sampai Rp500,000 per kepala akan ditawarkan oleh Perusahaan PJTKI.
  • Bagi PJTKI sendiri harga jual TKI ke Agen negara setempat juga bervariasi, di Malaysia minimal RM300 dan dari agen setempat baru ke tuan rumahnya. Bagi PJTKI ini belum termasuk dengan uang yang harus dibayar oleh TKI itu sendiri ketika mendaftar sebagai calon TKI, dan bagi agen dinegara pengguna masih ada bagi hasil dari gaji 1 sampai 2 bulan gaji sang TKI.

Masih banyak lagi yang mendapat keberuntungan dari TKI ini termasuk namun tidak terbatas pada:

  • Ketua RT sampai pak Camat,
  • kepala imigrasi dan koperasi imigrasi pembuat paspor karena harus beli lembar map dan 1 pena dengan harga minimal Rp20,000, dan harus tembak paspor dengan harga minimal Rp750,000 (harga paspor yang tertera adalah Rp300,000)
  • Jasa mengisi formulir imigrasi sebesar Rp20,000
  • Jasa tekong dari Johor ke Tanjung Pinang secara gelap RM300 perorang (harga sebelum Malaysia menaikkan harga BBM, sekarang harga pasti sudah naik)
  • Jasa mengamankan kejaran polisi Indonesia (jika tertangkap kembali ke Indonesia tanpa paspor) tinggal nego.
  • Jasa penjual tiket di PT pelni pelabuhan Kijang-Kepulauan Riau Rp20,000
  • Jasa meminjamkan kasur di kapal Pelni oleh awak kapal Rp1000 perhari, padahal seharusnya kasur adalah gratis.
  • Jasa sopir taksi di pelabuhan tujuan (harga tidak tentu, sukur-sukur tidak diracun dan dibuang di jalan)
  • Jasa pengamanan oleh petugas di Bandara atau pelabuhan (lihat saja ditiap bandara pasti ada petunjuk tempat penampungan TKI)

[sunting] Kesimpulan

Betapa Ironisnya kehidupan para Tenaga Kerja Wanita Indonesia yang dikirim ke Luar Negeri bila dibandingkan dengan kehidupan Tenaga Kerja yang masih menetap di sini. Hanya dengan iming-iming kesuksesan semata yang memang belum pasti, mereka harus mendapatkan bonus-bonus gratis yang tersebut di atas.

Kasian, sudah miskin harta, miskin ilmu, dan dimiskinkan dan diperkosa oleh pemerintahnya serta masyarakatnya dan bangsanya sendiri.

Diharapkan bagi para pembaca, selain terhibur dengan humor yang disediakan, harap Anda mengambil hikmah dari setiap humor yang tersaji.

Ingat kejahatan tidak terjadi karena ada niat tapi juga karena ada kesempatan. Waspadalah........... Waspadalah



Sumber

Potret Buram TKI

Sudah jatuh tertimpa tangga. Demikian ungkapan yang paling pas untuk menggambarkan nasib buruh migran kita di luar negeri. Mereka menjadi korban tiga kali.

Pertama, mendapat tindak kekerasan. Kedua, tiada kebebasan untuk melakukan perlawanan. Ketiga, tak adanya atau minimnya jaminan perlindungan, baik dari negara tujuan maupun pemerintah Indonesia.

Kekerasan demi kekerasan terhadap para buruh tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri sepertinya menjadi cerita panjang yang tak pernah usai. Kasus terbaru menimpa Sukasih, TKI asal Jatim, yang terjatuh dari balkon lantai empat sebuah apartemen di Tengkera, Malaka, Malaysia.

Seperti di lansir harian Malaysia The Star (23/9/2008), Sukasih terjun bebas dan sebuah apartemen. Dia terpeleset saat memanjat pagar balkon. Jatuhnya Sukasih ini diduga lantaran menghindari kejaran polisi Diraja Malaysia karena yang bersangkutan tidak memiliki dokumen resmi. Sukasih dilarikan ke Malacca Hospital. Namun, dua jam kemudian nyawanya tidak tertolong lagi.

Selang beberapa muncul kasus baru, yakni terkatung-katungnya nasib jenazah TKI Jatim yang belum bisa dipulangkan ke Indonesia. Adalah Siti Tarwiyah, seorang TKI asal Bilitar, yang kematiannya diduga tidak wajar. Menurut Direktur Migran Care, Anis Hidayah, Siti Tarwiyah sudah meninggal 50 hari lalu. Namun, sampai saat ini belum bisa dipulangkan karena terbentur birokrasi di Arab Saudi yang ribet dan berbelit-belit. Sudah meninggal saja para TKI kita sangat diperlakukan tidak manusiawi, apalagi ketika masih hidup (Radar Surabaya, 24/9/2007) Korban kekerasan

Dari sekian banyak TKI yang bekerja di luar negeri, sebagian besar TKI berpotensi menjadi korban kekerasan, baik itu kekerasan fisik, psikis, dan ekonomi. Dan memang sebagian besar korban kekerasan terhadap TKI di luar negeri adalah kaum perempuan. Dan saat ini sudah ada ratusan, bahkan ribuan TKI, yang menjadi koran tindak kekerasan di luar negeri, baik TKI yang masih bertahan di luar negeri maupun yang sudah kembali.

Sebagian besar TKI yang pulang akibat tindak kekerasan majikannya dalam kondisi fisik dan psikis yang sangat memprihatinkan. Bahkan, ada yang sampai meninggal dunia. Berangkat dalam keadaan hidup, pulang dalam kondisi meninggal. Nasib TKI sungguh sangat mengenaskan. Namun, semakin banyak kasus kekerasan terhadap TKI, sepertinya bagaikan tontonan yang tak pernah mendapatkan perlakuan dan perlindungan yang memadai dari pihak Pemerintah Provinsi Jatim.

Persoalan perlindungan terhadap TKI di luar negeri dinilai masih sangat rendah. Ini ditunjukkan dengan munculnya berbagai persoalan yang menimpa TKI di luar negeri tanpa mendapat advokasi dan perlindungan yang memadai. Bahkan, perbagai persoalan yang menimpa TKI cenderung dibiarkan begitu saja. Yang paling parah menimpa TKI.

Selain masalah upah yang tak dibayar atau tidak sesuai standar ketenagakerjaan, persoalan yang sering kali dialami adalah masalah kekerasan. Sebagian besar TKI mendapat perlakuan dan tindakan kekerasan, baik kekerasan fisik, psikologis, maupun kekerasan seksual dari keluarga majikan.

Menurut catatan Migran Care, pada tahun 2007 ada sekitar 61 TKI yang meninggal di luar negeri, sebanyak 28 TKI mengalami perlakuan tindak kekeraan, dan 56 TKI terancam hukuman cambuk atau mati. Bahkan, ada beberapa TKI yang dituduh membunuh majikannya.

Akan tetapi, perlu diingat bahwa pembunuhan tersebut dalam rangka membela diri. TKI yang bersangkutan sebelumnya terus menjadi korban kekerasan dari majikan dan anaknya, terutama kekerasan seksual (baca: pemerkosaan).

Pahlawan devisa

Pengakuan akan sumbangan besar TKI bagi perekonomian tak mampu mengubah nasib mereka, terutama para TKI yang tidak terdidik dan bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Kondisi para TKI tak terdidik di luar negeri bagaikan "budak" yang mudah dipermainkan dan diperlakukan sewenang-wenang.

Ironisnya, kasus kekerasan terhadap TKI di luar negeri ini tak pernah berhenti atau setidaknya berkurang, justru kasusnya semakin membengkak. Kekerasan terhadap TKI di luar negeri akhirnya menjadi "menu bulanan" kita. Dan yang paling memprihatinkan lagi, perlindungan dari pemerintah yang dinilai sangat rendah.

Pemerintah seperti mau enaknya saja dalam memperlakukan para TKI di luar negeri. TKI bagaikan habis manis sepah dibuang. Hanya ambil manisnya, ampasnya dibuang. Padahal, secara ekonomi, sumbangan devisa TKI di luar negeri sangat besar.

Menurut catatan Migran Care, secara ekonomi dalam setahun sumbangan devisa TKI diperkirakan Rp 68 triliun. Angka itu luar biasa besarnya, tetapi perlindungannya luar biasa kecilnya. Untuk Jawa Timur, pada tahun 2006 jumlah kiriman uang dari TKI Jatim di luar negeri mencapai Rp 2,565 triliun.

Meskipun sudah ada perjanjian bilateral antara pemerintah dan negara tujuan penempatan TKI, mengapa tindak kekerasan terhadap TKI tak kunjung berhenti atau setidaknya berkurang. Selama ini pemerintah masih sebatas atau sekadar melakukan perjanjian pada tahap "penempatan" saja, belum menyentuh secara konkret terkait persoalan sosial dan hukum yang menimpa para TKI, terutama masalah perlindungan atau advokasi sosial dan hukum.

Karena itu, ke depan, Pemerintah Indonesia harus tegas dan jelas dalam melakukan perjanjian bilateral terkait dengan pengiriman TKI. Perlu ada jaminan dan perlindungan hukum yang konkret di atas kertas. Selain itu, juga perlu ada seleksi yang lebih ketat dalam masalah pengiriman TKI, terutama dalam hal kualitas SDM.

Rofi' Munawar Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim, dari PKS


Sumber

Pembunuhan Brutal 2 TKI di Arab, Hadiah 17-an HUT RI 62

Masih seputar tujuhbelasan. Tepat di hari perayaan kemerdekaan kemarin Human Right News menghadiahi berita pembunuhan brutal yang dialami 2 TKI di Arab Saudi: Siti Tarwiyah Slamet, 32 tahun, dan Susmiyati Abdul Fulan, 28 tahun. Sementara dua rekannya, Ruminih Surtim, 25 tahun, and Tari Tarsim, 27 tahun, masuk unit gawat darurat di rumah sakit Riyadh Medical Complex.

Mereka mengalami penyiksaan sadis karena dituduh menyantet anak laki-laki majikan mereka. Tiga bulan lalu, seorang TKI di provinsi al-Qasim dihukum 10 tahun penjara dan 2000 hukuman cambuk sebagai ganti dari hukuman mati. Kedutaan Indonesia di sana, konyolnya, baru mengetahui peristiwa itu satu bulan sesudahnya. Tidak ada pendampingan atau upaya pembelaan.

Menurut catatan, terdapat sekitar dua juta perempuan dari Indonesia, Sri Lanka dan Pilipina yang sekarang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Arab.

Berita ini menambah barisan pahlawan devisa yang pulang tinggal nama. Bukan di medan perang. Tetapi di sebuah Negara terhormat Arab Saudi. Sekaligus kasus barbarian ini menunjukkan kegagalan kedua pemerintahan baik Indonesia maupun Arab untuk melindungi warga negara.

TKI, pahlawan devisa atau apapun istilahnya adalah julukan terhormat, sekaligus menutup-nutupi realita dan fakta bahwa mereka “cuma” babu, pembantu rumah tangga yang tidak punya harga. Pekerjaan mencuci piring, mengepel dan membersihkan kakus rupanya telah menjadi pekerjaan kelas kambing. Pekerjaan-pekerjaan kasar semacam itu tidak bisa lagi dilakukan oleh warga negara aristokrat, di negara yang berlimpah minyak dan dolar.

Apa yang dirasakan keluarga Siti, Susmiyati, Ruminih dan Tari mendengar berita semacam ini? Ada linangan air mata yang tidak tahu kapan akan berakhir. Mimpi buruk yang akan menghantui mereka selama bertahun-tahun. Perasaan marah yang tak punya saluran pelampiasan. Dan barangkali sedikit penghiburan dari tetangga dan sanak saudara. Menaruh sejumput uang tanda duka cita. Lalu melupakannya sebagai sebuah kisah sedih.

Saya tidak yakin, apakah akan ada aksi sejuta umat, aksi sejuta tanda tangan, kedutaan yang di demo. Karena cerita tentang empat sekawan ini adalah aib di muka sendiri. Sebuah propaganda yang mengganggu agenda-agenda politis mereka.

Rakyat dan umat, jangan disodori cerita beginian dong ah! Maluuuuuu ana.

Tragis! (Maaf, kata “Merdeka” tak layak diteriakkan di sini)


Sumber

Definisi TKI Wikipedia

Tenaga Kerja Indonesia (disingkat TKI) adalah sebutan bagi warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah. Namun demikian, istilah TKI seringkali dikonotasikan dengan pekerja kasar. TKI perempuan seringkali disebut Tenaga Kerja Wanita (TKW).

TKI sering disebut sebagai pahlawan devisa karena dalam setahun bisa menghasilkan devisa 60 trilyun rupiah (2006) [1], tetapi dalam kenyataannya, TKI menjadi ajang pungli bagi para pejabat dan agen terkait. Bahkan di Bandara Soekarno-Hatta, mereka disediakan terminal tersendiri (terminal III) yang terpisah dari terminal penumpang umum. Pemisahan ini beralasan untuk melindungi TKI tetapi juga menyuburkan pungli, termasuk pungutan liar yang resmi seperti punutan Rp.25.000,- berdasarkan Surat Menakertrans No 437.HK.33.2003, bagi TKI yang pulang melalui Terminal III wajib membayar uang jasa pelayanan Rp25.000. (saat ini pungutan ini sudah dilarang)

Pada 9 Maret 2007 kegiatan operasional di bidang Penempatan dan Perlindungan TKI di luar negeri dialihkan menjadi tanggung jawab BNP2TKI. Sebelumnya seluruh kegiatan operasional di bidang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri dilaksanakan oleh Ditjen Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri (PPTKLN) Depnakertrans.

Kasus

Beberapa kasus yang melibatkan TKI:

Ceriyati

Ceriyati adalah seorang TKW di malaysia yang mencoba kabur dari apartemen majikannya. Ceriyati berusaha turun dari lantai 15 apartemen majikannya karena tidak tahan terhadap siksaan yang dilakukan kepadanya. Dalam usahanya untuk turun Ceriyati menggunakan tali yang dibuatnya sendiri dari rangkaian kain. Usahanya untuk turun kurang berhasil karena dia berhenti pada lantai 6 dan akhirnya harus ditolong petugas Pemadam Kebakaran setempat. Tetapi kisahnya dan juga gambarnya (terjebak di lantai 6 gedung bertingkat) menjadi headline surat kabar Indonesia serta Malaysia, dan segera menyadarkan pemerintah kedua negara adanya pengaturan yang salah dalam pengelolaan TKI.

Pungutan Liar di KBRI/KJRI Malaysia

Para warga negara Indonesia yang ingin memperoleh pelayanan keimigrasian dimana kebanyakan dari mereka adalah TKI yang bekerja di Malaysia, dibebani tarif pungutan liar. Modusnya adalah terbitnya SK/Surat Keputusan ganda, untuk SK pungutan tinggi ditunjukan sewaktu memungut biaya, sedangkan SK pungutan rendah digunakan sewaktu menyetor uang pungutan kepada negara. Pungli ini berawal dari PPATK yang mencium aliran dana tidak wajar dari para pegawai negeri di Konjen Penang pada Oktober 2005, dikemudian hari terungkap, pungutan serupa juga terjadi di KBRI Kuala Lumpur. Pungli ini menyeret para pejabat ke meja hijau, termasuk mantan Duta Besar Indonesia untuk Malaysia Hadi A Wayarabi,Erick Hikmat Setiawan (kepala KJRI Penang) dan M Khusnul Yakin Payapo (Kepala Subbidang Imigrasi Konjen RIPenang).[2] Erick Hikmat Setiawan divonis 20 bulan penjara.[3]

Pemotongan Gaji Ilegal

Hampir semua TKI atau buruh migran Indonesia mengalami potongan gaji secara ilegal. Potongan ini disebutkan sebagai biaya penempatan dan "bea jasa" yang diklaim oleh PJTKI dari para TKI yang dikirimkannya. Besarnya potongan bervariasi, mulai dari tiga bulan sampai tujuh, bahkan ada yang sampai sembilan bulan gaji. Tidak sedikit TKI yang terpaksa menyerahkan seluruh gajinya dan harus bekerja tanpa gaji selama berbulan-bulan. Praktik ini memunculkan kesan bahwa TKI adalah bentuk perbudakan yang paling aktual di Indonesia.

Sunday, January 18, 2009

Cerita Bersama TKI

18 Januari 2008.. tepat pukul 11.30 siang, aku berada di Bandara International TaipeiAlhamdulillah senang sekali bisa pulang ke Indonesia , setelah beberapa lama harus bertempur dengan kuliah yang sangat melelahkan… Setelah mengurus segala sesuatunya, finally aku segera menuju gate yang telah ditentukan.. . Fiuh, aku kemudian duduk di ruang tunggu.. kudengar beberapa lelaki dan seorang wanita bersenda gurau dalam bahasa Indonesia , ke dekati dan kusapa mereka.. ternyata mereka adalah TKI yang akan pulang ke Indonesia , tapi kenapa wanita yang satu ini kelihatan agak pucat ya?? Setengah bingung.. aku bercerita dengan Mbak yang kelihatannya sakit ini.. dari berbagai pertanyaanku, meluncurlah berbagai jawaban yang menyedihkan. . “Saya itu dipulangkan Mas.. karena saya nggak bisa kerja, abisnya jatuh dari tangga, tapi majikan nggak mau bertanggungjawab”, itulah isakan tangis yang paling kuingat saat itu… Kuberikan sedikit semangat kepada Mbak ini.. ku semangati dia dengan terus berusaha sabar dan ikhlas dengan apa yang terjadi… Akhirnya kulihat senyum di wajah wanita berusia 25 tahunan ini.. Alhamdulillah..

Pukul 13.10 siang, petugas bandara meminta para penumpang untuk menuju pesawat. Alhamdulillah, terbang juga, ujarku dalam hati.. Setelah tepat di atas awan, makan siangpun di bagikan.. Lumayan nih bisa makan siang fikirku dalam hati… Kulihat judul box makanan ini “Tainan Fried Shrimp..” kubuka perlahan.. Astagfirullah, ternyata plastic label ini ada tulisan lanjutannya yaitu “… & fried pork”… Setengah berteriak.. aku beritahu Mbak yang berada di sebelah kursiku dan juga Mbak yang berada di depanku yang kuketahui menggunakan jilbab, belakangan aku baru tau kalau nama mereka adalah Mbak Indah dan Mbak Lia…

Mereka berdua tampak kaget dan langsung bertanya-tanya kepadaku, dari mana aku tau kalau makanan itu ada unsur babi-nya. Kujelaskan dengan seksama, tulisan pork yang berarti daging babi.. mereka seperti terhenyak.. kaget dan finally memberitahukan beberapa TKI Muslim lainnya.. Alhamdulillah beberapa dari mereka akhirnya tidak memakan barang haram itu, tapi ada beberapa TKI yang out of coverage, sehingga mereka “harus” menelan daging haram yang sangat merugikan kesehatan itu… aku marah, kecewa, sedih.. campur aduk rasanya persaan ini, ketika aku tak sanggup mencegah semuanya itu.. Ya Allah ampunilah dosa hambaMu ini..

Dua jam di atas awan.. dilanjutkan dengan transit di Hongkong selama satu jam, itulah info yang kuterima dari pengumuman yang diberikan.. Aku kemudian keluar dari pesawat.. Beberapa TKI segera mengikutiku. . Mereka bilang.. Mas kan mahasiswa, harus jadi pimpinan kami dan bantu kami ngapain-ngapain aja”, Insya Allah ujarku.. Di pusat perbelanjaan Airport, banyak TKI yang bingung, karena seperti biasanya “lapar mata”, membuat sebagian besar dari mereka harus berani mengorbankan uangnya demi kesenangan sanak famili dan keluarga… Hebat, kata hatiku berucap!!!

“Mas, beli barang disini bisa nggak ya pake NT”?? Kujelaskan bahwa harga yang tertera dalah menggunakan kurs Dollar Hongkong.. Finally, karena raut muka mereka agak kecewa, kuberikan solusi kepada mereka untuk menukarkan uang mereka di money changer. “Tukerin ya Mas, kami ini nggak bisa Bhs Inggris”, Oke, tapi saya cari dulu money changer terdekat” ujarku. Alhamdulillah perjuanganku nggak sia-sia, alhasil, aku jadi juru bicara para TKI hari itu, hehehehe… tapi ada yang aneh dari salah seorang TKI , ketika menukarkan uang tadi?? Dia melepas sepatu dan kaos kakinya, yang ternyata berlapis tiga… Setelah usai menukar uang, aku tanyakan hal tersebut. TKW yang belakangan aku ketahui bernama Mely ini, ternyata takut uangnya diambil para petugas yang akan menjemputnya di Cengkareng.. “agent ku reseh Mas, kalo nggak gini, bisa lenyap ni duit”, itulah kalimat yang meluncur dari mulut wanita asal Subang ini…

Suasana yang santai, agak ramai ketika salah seorang TKI, Mbak Indah (yang berjilbab dan duduk di depan kursiku) bercerita kepadaku bahwa ada serombongan Ibu-Ibu TKI tujuan Abu Dhabi, yang sedang kebingungan, karena nggak tahu harus berada di gate mana, sementara mereka kesemuanya tidak bisa berkomunikasi menggunakan bhs asing..

Kudekati rombongan Ibu-Ibu berjilbab ini, kutanyakan apa kesulitan mereka.. Ehm rupanya mereka sejak jam 3 jam yang lalu sudah berada di bandara ini dan tidak ada satupun perwakilan agen yang mengurus keberangkatan mereka alias ditelantarkan begitu saja..

Akhirnya kupinjam passport dan tiket salah seorang ibu yang seperti jadi pimpinan rombongan itu, akupun melangkah ke security, kutanyakan segala sesuatunya.. Security tampak acuh.. lalu aku cari information centre.. Setengah berlari, aku (yang sudah mirip kepala pasukan rebana, hehehehe.. karena diikuti Ibu-Ibu berjilbab dan beberapa diantara mereka menggunakan seragam) bertanya mengenai permasalahan yang dialami oleh Ibu-Ibu tersebut, sang petugas dengan tenangnya menjawab.. I don’t know.. Setengah marah akupun berujar “how come you don’t know?? This is International Airport , but the service is so bad”.. Si petugas tampak diam , aku tau dia fikir mungkin.. “ah, cuma TKI aja sok tanya-tanya? ??” tak kehabisan akal, kulanjutkan kalimatku dengan ucapan, “I am a Student of Master Program in Taiwan and lawyer in Indonesia ”.. Alhamdulillah, sang petugas sepertinya agak kaget juga.. dia langsung meminta maaf kepadaku berulang kali dan berusaha terus untuk menjelaskan, tapi karena sudah jengkel, kutinggalkan petugas menyebalkan, yang terus mengejarku itu…

Waduh, para penumpang CA yang transit sudah dipanggil kembali menuju pesawat, aku nekat, ingin meneruskan usahaku ini, kutanyakan kepada petugas China Airlines tentang tulisan yang ada di tiket Cathay Pacific tujuan Abu Dhabi itu (kebetulan pake Bhs China.. wo bu dong… kalo urusan Tulisan China , hehehehe). Petugas CA ini dengan sangat rinci menjelaskan kepadaku tentang segala sesuatu yang tertera di tiket, lengkap dengan segala tetek bengek prosedurnya, termasuk perkiraan gate yang biasa dilalui… tapi ada yang mencengangkan. . ternyata jam keberangkatan Ibu-Ibu paruh baya ini adalah pukul 23.30 alias jam 11.30 malam, padahal mereka sudah tiba di bandara sejak pukul 12.30.. haaaaaaa??? Whats, 11 jam nunggu??? Ya Allah, betapa menderitanya mereka ini ya Allah… Astagfirullah…

Alhamdulilllah, setelah mendapatkan info dari petugas CA, kujelaskan hasil “perjuanganku” kepada Ibu-Ibu yang wajahnya sudah sangat resah itu, aku tunjukkan gate yang di arahkan petugas CA tadi.. dan aku meminta mereka untuk duduk di tempat tersebut sembari terus mengecek TV Info dan menyesuaikan nomor pesawat sesuai dengan yang tertera di tiket.. Kujelaskan tulisan yang ada di TV Information itu.. Kuminta mereka bersabar dengan mengutip bunyi ayat “Fa-Innama ‘al ‘usriyusroon, innama ‘al ‘usriyusroo” (dibalik kesulitan pasti disertai kemudahan…) Alhamdulillah, mereka gembira, kulihat muka yang tadinya agak layu, lelah, capek.. kini bersemangat kembali.. “Baik Ibu-Ibu, saya pamit dulu, harus segera menuju pesawat.. Assalamu’alaikum WW”, menutup pembicaraan… Mereka serempak menjawab salamku dengan wajah sangat ceria.. Alhamdulillah, walaupun masuk pesawat terakhir, tapi setidaknya aku puas.. bahagia bisa melakukan , “sesuatu”.. Ya Allah Ya Robbi, betapa luar biasanya penderitaan para TKI ini, tapi mereka berani mengorbankan apapun demi keluaga… demi anak, orang tua, kakak, adik dan handai taulan lainnya… Masih terngiang di telingaku ucapan Mbak Tatik, salah seorang TKW asal Cirebon dengan logat ngapaknya berujar.. “menderita nang kene ya ra papa Mas.. asal keluarga neng Indo ki ya bahagia”… Subhanallah. ..

Sumber

Saya Sudah Digaji Rp 10 Juta

Pada bulan Februari 2008, masa kontrak Syarif (29), salah seorang tenaga kerja Indonesia di Ansan, Korea Selatan, sudah tiga tahun dan akan segera jatuh tempo. Namun, ia tidak mau pulang.

Syarif tidak akan pulang ke kampung halamannya di Balongan, Indramayu, Jawa Barat, jika tidak ada jaminan dari Pemerintah Indonesia terhadap dirinya untuk bisa kembali lagi bekerja di Korea Selatan.

"Loh ngapain pulang, saya sekarang sudah mendapat gaji 1 juta won per bulan (sekitar Rp 10 juta). Pulang ke kampung, belum tentu saya mendapat pekerjaan, malah mungkin nganggur. Mendingan di sini (Korsel), perusahaan sudah percaya sama saya. Kerja sudah enak, saya bisa nabung dan kirim uang ke Indramayu," ujar Syarif, ketika ditemui Kompas di sebuah Warung Indonesia di daerah Ansan, awal Agustus lalu.

Lain cerita Syarif, lain pula penuturan pasangan suami istri Udin-Ny Markesot (bukan nama sebenarnya). Keduanya sudah tinggal di Suwon sekitar 10 tahun. Dua sejoli yang sudah memiliki satu anak ini termasuk TKI yang sudah melewati masa tinggal di Korsel (overstay).

Anehnya, kedua warga Indonesia ini tidak dideportasi oleh Pemerintah Korea. Warga Indonesia khususnya TKI yang bekerja di Korea dikenal sebagai orang yang gampang diatur, tidak neko-neko, dan tidak malas seperti halnya tenaga kerja asal negara lain.

"Makanya, setiap ada operasi dari imigrasi Korsel, kami selalu ’dilindungi’ karena orang Korsel mengetahui benar karakter orang Indonesia," ujar Udin.

Namun, adakalanya para TKI ini justru kesal dengan ulah oknum pejabat Kedutaan Besar Republik Indonesia di Seoul terutama yang menangani paspor.

Para TKI ini sering dijadikan obyek oleh mereka yang ingin mencari keuntungan tambahan. "Masak pengurusan perpanjangan paspor di KBRI resminya 30.000 won bisa melonjak hingga 200.000 won. Untungnya pejabat tersebut sekarang sudah dipindahkan," ungkap Udin.

Tutup mata

Sebaliknya, petugas imigrasi di Korea justru sering "tutup mata" terhadap sejumlah TKI yang overstay. Meski secara administratif suami-istri itu bermasalah, mereka masih tetap bekerja di perusahaan kabel di Suwon.

"Malah kalau ada operasi ke pabrik, misalnya, TKI yang overstay diminta petugas imigrasi untuk keluar lebih dulu agar tidak terkena operasi," kata Udin.

Ia menyimpulkan, perusahaan dan Pemerintah Korea sebenarnya sangat membutuhkan tenaga kerja manual yang terampil, tetapi mereka juga membutuhkan pekerja yang baik dan bisa diatur.

"Masalah TKI sering terjadi pada saat pengiriman dari Indonesia karena banyaknya pungutan dan birokrasi di dalam negeri," ungkap Udin.

Sementara Syarif yang bekerja di Ansan datang ke Korsel tahun 2004 dan termasuk salah satu TKI yang mengikuti sistem government to government (G to G), yakni mekanisme pengiriman TKI yang didasarkan pada perjanjian antara Pemerintah Indonesia dan pemerintah negara penempatan TKI, yakni Pemerintah Korsel.

Saat ini Pemerintah Indonesia melalui Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) mengirim sejumlah TKI lalu diterima oleh Pemerintah Korsel.

Selanjutnya, Pemerintah Korea menawarkan dan menyalurkan TKI kepada perusahaan Korea yang membutuhkan. Sebelumnya, pengiriman TKI dilakukan perusahaan swasta, tetapi sering menimbulkan banyak masalah.

Kuota TKI

Ditemui di sela-sela kegiatan Promosi Investasi yang diselenggarakan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) di Seoul, Korsel, 6-7 Agustus 2007, Duta Besar Indonesia untuk Korsel Jakob Tobing menjelaskan, kuota TKI yang bisa bekerja di Korea jumlahnya 9.000 orang, tetapi kuota tersebut belum bisa dipenuhi seluruhnya. Pasalnya, masih ada beberapa persoalan dalam proses persiapan dan pengiriman TKI dari Indonesia.

Salah satu persoalan adalah sogok-menyogok. Seperti dituturkan Syarif, temannya dari Indramayu yang sudah memiliki paspor, visa, dan tiket pesawat nyaris tidak bisa berangkat ke Korea karena ada TKI lain yang berani menyogok petugas hingga Rp 40 juta agar bisa bekerja di Negeri Ginseng ini.

Jakob Tobing bisa memahami kondisi TKI seperti itu, namun yang ditangani KBRI di Seoul lebih pada manajemen kedatangan TKI. Di Korsel TKI lebih dihargai, tetapi di negeri sendiri mereka justru disia-siakan. Bahkan, para TKI sering dijadikan obyek pungutan liar oleh sejumlah petugas, padahal mereka termasuk kelompok "pahlawan devisa". Duh, malangnya nasib TKI.


Sumber

Tertipu Di Negeri Sendiri

Terlantar di Gorontalo, Hanya Ingin Uang Kembali Secara Kekeluargaan

SENANG
rasanya hati Hendi, Furdi Susilo, Abdul Syukur dan Reza ketika mengetahui Dirut PT Angkasa Jaya Persada (AJP), tersangka Indra Gunawan alias Tomi Saputra alias Roy alias Marwan Thamrin Hamid ditenggarai berada di Gorontalo. Empat korban kasus penipuan dengan modus dijadikan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) untuk ditempatkan di Australia itu hanya menginginkan uang mereka yang berjumlah puluhan jutaan itu kembali dengan menempuh jalur kekeluargaan.

Image
Nampak Furdi Susilo salah satu korban penipuan pengadaan TKI yang menunjukkan kasus penipuan yang menimpa mereka itu sebelumnya telah diberitakan di media POS KOTA edisi Jumat 1 Agustus 2008.

Mo.Sa. Hadji Ali, - GORONTALO

Di sebuah lorong perumahan yang gelap dengan menempuh perjalanan sempit dan berbelok di salah satu kompleks perumahan di Kecamatan Dungingi Kota Gorontalo, awak Gorontalo Post akhirnya tiba di sebuah rumah bercat putih sederhana. Didepan rumah tersebut ada Masjid kecil yang sedang mengkumandangkan Adzan sholat Isya sekaligus tanda mendekati ibadah sholat Tarawih.

Di teras rumah, ada empat orang yang sedang duduk melantai beserta hidangan kecil dan sederhana. Mereka Hendi (40), Furdi Susilo (25), Reza (24) dan Abdul Syukur (38) menunggu kedatangan Gorontalo Post yang sudah janjian sebelumnya. "Mari Mas, gimana kabarnya. Maaf kita hanya melantai nich..," ujar Hendi. "Lumayan, sekarang agak mendingan lagi nunggu kabar selanjutnya," sambungnya.

Seminggu sudah, sejak Jumat (5/9) pekan lalu, mereka berempat datang ke Gorontalo setelah mendengar kabar bahwa dua rekan 'senasib' mereka, Agus dan Januar telah mendapatakan apa yang mereka buru selama ini. Ya, Agus dan Januar telah mendapatkan kembali uang setoran mereka dari Indra Gunawan alias Tomi Saputra alias Roy alias Marwan Thamrin Hamid Dirut PT AJP yang teridentifikasi fiktif itu senilai Rp 54 juta. "Makanya, saya katakan ma mereka, lho... kenapa gak bilang-bilang? Ya udah.. Kita ketemu di Jakarta dua hari setelah si Agus dan Januar balik dari Gorontalo," ujar Hendi warga Kota Bandung itu. Saat itu juga Furdi dkk langsung tancap gas menuju ke Gorontalo.

Namun saat tiba di Gorontalo dan menemukan alamat lengkap Indra Gunawan alias Tomi Saputra alias Roy alias Marwan Thamrin Hamid, secercah harapan itu kembali tertutup kabut setelah pihak keluarga ditenggarai menyembunyikan orang yang telah masuk DPO Polres Jakarta Utara itu. "Kami sangat menyesal, ini 'kan bulan Ramadhan kok bisa-bisanya kami dipersulit kayak gitu oleh Supriono dan Eli Thamrin (Kakak Marwan-red). Isterinya juga si Evi yang tak mau bekerja sama," ujar Hendi yang mengaku menyerahkan uang Rp 32 juta.
Menurut mereka, sebenarnya mereka tak ingin memperpanjang masalah tersebut jika yang bersangkutan mau bekerja sama dengan menyelesaikan masalah tersebut secara kekeluargaan. "Kami sich, kalau uang udah kembali, kita langsung balik pulang aja. Urusan hukumnya terserah polisi," katanya.

Mereka mengaku malu kepada keluarganya masing-masing. Kata Furdi Susilo, hampir seluruh anggota keluarga dan tetangganya mengetahui jika dirinya sudah menjadi TKI dan sedang bekerja di perusahaan Ford, Australia. "Wah.. gimana yah soalnya tetangga pada tahu saya udah bekerja," kata warga Palembang ini sembari teman-temannya turut menekankan hal yang sama pula terjadi sama mereka, "Saya malah terlanjur jual rumah saya," kata Hendi.
Kembali ke kasusnya, Abdul Yusuf dan Reza mengatakan modus yang digunakan tersangka Marwan Thamrin Hamid sejak awal pendaftaran hingga nasib mereka menjadi terlantar di Gorontalo.

Awalnya, mereka mendapatkan pengumuman di koran setempat bahwa sebuah perusahaan menerima tenaga kerja yang akan ditempatkan di perusahaan Ford Australia. "Awalnya saya gak begitu yakin," tutur Abdul Yusuf. Setelah mendaftar dan melihat persyaratannya, para pencari kerja ini langsung mengadakan Medical Check Up (MCU) di kantor yang beralamat di Jalan Agung Niaga nomor 6, Sunter, Jakarta Utara. "Betulan, ada. Alat roungent-nya ada lengkap semua," tegas Hendi.

Setelah itu, mereka dituntut harus mengurus sejumlah dokumen perjalanan berupa Dokumen Pelaut. Menurut mereka, dokumen itu merupakan persyaratan serta mempermudah untuk mendapatkan visa di kantor Kedutaan Indonesia di negara yang dituju. "Banyak, Sertifikat BST, ATTD, AFB dan masih banyak lagi. Tapi belakangan semuanya palsu," ujar mereka langsung memvonis. Dokumen yang dinilai mereka asli hanyalah Pasport namun saat ini dibawa kabur oleh tersangka. Mereka juga menambahkan, jika benar itu semua palsu, berarti saat ini Marwan Thamrin Hamid juga merupakan DPO dari kantor Keimigrasian. "Iya,, dia memang dicari oleh orang Imigrasi," lanjutnya.

Namun keempat calon pencari kerja ini, sekali lagi, hanya mengharapkan uang mereka dari Rp 7,3 juta dari 48 korban itu dikembalikan. "Inikan bulan puasa, jadi mohon bukakan hati untuk nasib kami. Kami sangat bermohon. Tolong, kami tinggal di Gorontalo juga gak gratis. Ini ada tanggungannya," ucap Hendi sembari mengatakan, setelah dikembalikan, selanjutnya mereka akan kembali pulang ke rumahnya masing-masing serta melupakan kejadian tersebut.

Sumber

Jenazah TKI Subang Dipulangkan Ke Indonesia

Jakarta - Rani Eman Kaling meninggal dunia secara mendadak di Arab Saudi. Jenazah TKI asal Subang ini akan diterbangkan dari Arab Saudi ke Indonesia pada 10 September 2008.

Jenazah Rani dipulangkan ke tanah air dengan pesawat Saudi Arabia Airlines SV 814 dan diperkirakan tiba di Bandara Soekarno Hatta pada pukul 13.00 WIB.

Demikian rilis yang diterima detikcom dari Migrant CARE pada Rabu (10/9/2008).

Keluarga akan meminta jenazah Rani diotopsi untuk mengetahui penyebab kematian Rani. Keluarga juga mengaku hingga kini belum menerima surat resmi tentang penyebab kematian Rani baik PT. Binhasan Maju Sejahtera yang memberangkatkannya maupun Deplu dan KBRI Riyadh.

Rani, warga asal Dusun Bungurgede RT 02 Rw 05 Desa Sukahaji, Ciasem, Subang, Jawa Barat meninggal dunia di Arab Saudi pada tanggal 10 Agustus 2008. Rani bekerja sebagai PRT pada majikan yang bernama Isa Saud Al Durwais.

Sumber

Derita Suami TKW


Foto: Tenaga Keraj Indonesia (TKI)
Karawang - Memiliki istri yang bekerja di luar negeri mungkin jaminan asap dapur mengepul. Gaji lebih besar dan kesejahteraan terjamin. Tapi ada sesuatu yang hilang, yang dirasakan para pria yang beristrikan TKW.

"Tidak bertemu bertahun-tahun ada perasaan sedih apalagi pas bulan Ramadan dan lebaran, tidak bisa berkumpul," ujar Rasim (33) yang memiliki istri TKW kepada detikcom, Rabu (10/9/2008).

Rasim mengaku, hampir 5 tahun dirinya bersama seorang anaknya ditinggal kerja sang istri. "Sejak 2003-2006 bekerja di Suriah, sekarang di Dubai baru pulang tahun depan," jelas laki-laki asal Karawang.

Kala sang istri bekerja di luar negeri, Rasmin mengaku sempat ketakutan kalau terjadi sesuatu. "Suatu saat saya ingin berkumpul kembali dengan anak dan istri," ungkapnya.

Walaupun terpisah jauh, mengobati kerinduan, Rasmin, melakukannya dengan berkomunikasi. "Dalam satu minggu saya suka telepon untuk menanyakan kabar istri di sana," tandasnya.

Tapi apa mau dikata, walau rindu kerap melanda, sampai sekarang, Rasmin tidak bisa memaksakan istrinya untuk segera pulang. "Saya terus mendoakan agar istri saya tetap sehat dan tidak terjadi sesuatu," harapnya.

Sumber

250 TKI Gresik Di Deportasi

Jakarta, BNP2TKI (Selasa, 06/1) Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Gresik memperkirakan, Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal kabupaten setempat yang dideportasi sepanjang tahun 2008 sedikitnya 250-an orang. "Itu baru yang terpantau," kata Kepala Bidang Penempatan TKI Disnaker Kabupaten Gresik, Ristiyarno Rahardjo, di Gresik, Senin (5/1).

Berdasarkan data Balai Pelayanan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (BP2TKI), tahun 2006 tercatat 149 TKI yang dipulangkan ke tanah air. Berikutnya, tahun 2007 sebanyak 190 TKI dideportasi.

Menurut dia, kecenderungan meningkatnya angka kasus deportasi setiap tahun, menyebabkan masyarakat setempat kurang berminat untuk bekerja di luar negeri. Pada awal tahun 2009 ini, misalnya, belum ada yang mendaftar meski sudah ada formasi untuk pengiriman TKI ke luar negeri. "Padahal, kuotanya tidak terbatas," katanya.

Sebelumnya, kata dia, pada tahun 2007 tercatat 2.156 TKI yang terdiri atas 1.750 laki-laki dan 406 perempuan. Kemudian pada 2008 turun menjadi 1.982 TKI yang terdiri atas 1.587 laki-laki dan 395 perempuan.

Di samping kasus deportasi, lanjut dia, tampaknya masyarakat setempat lebih memilih bekerja di Gresik. Apalagi di kabupaten ini terdapat 800-an perusahaan.

"Banyak perusahaan di Gresik yang masih membutuhkan mereka. Itulah yang menjadikan mereka kurang berminat untuk menjadi TKI, termasuk masyarakat di daerah utara, yang dikenal sebagai kantong calon TKI," katanya.

Ia lantas menyebutkan daerah pemasok calon TKI di Kabupaten Gresik, antara lain Kecamatan Balungpanggang, Ujungpangkah, Bawean, Tambak,dan Sedayu.

Sumber

Lagi, TKI Indonesia Disiksa

Jakarta, BNP2TKI (13/1) Suniati, seorang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Cilacap, saat tengah berada di Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Sumeisyi, Riyadh, Arab Saudi. Menurut Muhammad Sugiarto, Kepala Bidang Ketenagakerjaan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Riyadh, Suniati hingga kemarin belum bisa ditanyai.

"Hari ini sudah bisa duduk dan tidak demam lagi," kata Maria Theresia Jehan Da Gomez, perawat penyelia berkebangsaan Indonesia yang bekerja di RS Sumeisyi, kemarin.

Menurut Maria, korban masih menunjukan trauma. "Kalau tidak dibawa kesini, saya khawatir dia bisa sinting," ujarnya

Luka fisik Suniati menurut Maria amat parah. Seluruh tubuh mengalami luka bakar karena siraman air panas, terdapat pula bekas setrika, cambuk, dan bekas irisan pisau di wajah korban. "Mukanya sudah tidak berbentuk lagi, padahal dari fotonya, ia berparas cantik," kata Maria.

Korban dirawat sejak Rabu (6/4) malam menjelang dinihari waktu setempat. "Majikannya sendiri yang mengantar," kata Sugiarto, "Majikannya kini sudah ditangkap," lanjutnya.

Sugiarto mengungkapkan berdasarkan laporan dari seorang staf kedutaan perempuan yang telah melihat kondisi tubuh Sunaiti secara menyeluruh, kondisi TKW kelahiran Cilacap 37 tahun lalu itu sangat mengenaskan..

"Kemaluannya sudah tak berbentuk. Untuk kejelasannya, kami menunggu keterangan tim investigasi," katanya.

Pihak KBRI, menurut Sugiarto, telah mengirim nota diplomatik pada Kementrian Luar Negeri Arab Saudi untuk meminta klarifikasi, dan meminta pelaku diusut dan dihukum sesuai aturan yang berlaku.

Saturday, January 17, 2009

Ali Asegaf Sukses Di Amerika


(Jakarta, BNP2TKI) Dalam satu menit kita bicara dengan Ali Asegaf (47), selalu terselip bahasa Inggris yang keluar dengan dialek khas Amerikanya. Bukan berarti dia sok ke barat-baratan, tetapi itu lantaran Ali sudah lebih dari 10 tahun tinggal dan bekerja di negara Paman Sam. Kalau kita bicara di telpon dengannya, kita sepertinya akan terkecoh sedang bicara dengan orang bule.

Selama 10 tahun berkiprah di Amerika dimanfaatkan betul Ali Assegaf untuk mengembangkan kemampuan diri. Ali yang datang sebagai TKI mandiri ke Amerika Serikat, seperti kebanyakan pendatang di sana, ia terbiasa bekerja serabutan.

"Apa saja saya lakukan, yang penting halal dan menghasilkan. Saya sangat yakin, bahwa dengan mulai dari bawah jalan sukses akan lebih kuat dibangun," ujarnya.

Pekerjaan mulai dari sopir, kerja pabrik, hingga di restoran pun pernah dilakoninya. Dari pengalaman kerja inilah, Ali Assegaf banyak mengenal masyarakat, termasuk pejabat-pejabat di Konsulat Republik Indonesia di Los Angeles.

Karena kemampuan lobi dan pergaulannya yang luas itulah Ali dipercaya untuk menjadi tenaga profesional di Indonesia Tourism Center selama 5 tahun, yaitu lembaga Promosi Pariwisata di bawah Departemen Pariwisata R.I., yang berada di Konsulat Jenderal R.I. di Los Angeles, California.

Selain mengurus pariwisata, Ali juga sempat mengelola usaha tiketing dengan istrinya yangberkebangsaan Filipina. Dari perkawinananya ini, ia dikaruniangi 3 orang anak yang lahir di Los Angeles, dan 1 orang lahir di Indonesia.

Hampir semua masyarakat Indonesia di Los Angeles mengenal Mamak, sapaan akrab Ali Asegaf. Dan, Bahkan di tahun 90-an, Ali terhitung orang pertama yang membuka usaha penjualan tiket. Tak heran, mulai dari para pejabat di kantor konsulat jenderal Los Angeles, hingga TKI yang mau pulang ke tanah air, menjadi pelanggannya.

Ketika memutuskan untuk pulang ke tanah air tahun 2002, Ali telah mengantongi ijin (licence) bahasa Inggris dari Amerika, yaitu English Language School Center (ELC). Dengan lisensi itu, Ali bisa membuka dan memberikan ijin kepada siapapun yang akan membuka kursus bahasa Inggris dengan kurikulum standar Amerika.

Kini sehari-hari Ali mengelola kursus ELC di Jalan Mampang No. 7, Jakarta Selatan. Untuk menjaga kualitas pengajaran bahasa Inggris di lembaga yang dipimpinnya, Ali merekrut tenaga-tenaga ekspatriat dari negara-negara Baratt menjadi pengajarnya.

Pelatihan TKI

Kegundahannya melihat nasib TKI membuat Ali tergugah untuk membuat pelatihan peningkatan karir TKI. Ia berencana untuk membuat 3 modul pelatihan TKI, yaitu pelatihan TKI untuk Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT), pelatihan TKI untuk baby sitter, dan pelatihan TKI untuk terapi kesehatan.

"TKI yang sudah bekerja selama 2 tahun di luar negeri sebagai PLRT akan kita didik menjadi baby sitter. Dari baby sitter ini akan kita tingkatkan statusnya menjadi tenaga terapi kesehatan dengan produk-produk herbal dari Indonesia," tutur Ali.

Jadi diharapkan nantinya TKI yang akan dikirim ke luar negeri naik martabatnya, dan tidak selamanya menjadi PLRT. Dengan peningkatan jenjang karir TKI ini, status mereka pun berubah, yaitu mulanya mereka sebagai TKI informal, ketika menjadi baby sitter, mereka sudah menjadi TKI formal.

Sumber

Tuesday, January 13, 2009

Indonesia Tuntut Warga Saudi Penyiksa TKI

Jakarta (ANTARA News) - Menakertrans Erman Suparno menyatakan pemerintah akan menuntut majikan Keni (28 tahun), TKI asal Brebes yang disiksa di Arab Saudi dan akan bertemu dengan Duta Besar Arab Saudi di Indonesia untuk membahas masalah itu.

"Saya sangat menyesalkan kejadian ini. Penyiksaan ini melebihi batas-batas kemanusian. Saya akan berkoodinasi dengan Departemen Luar Negeri RI dan KBRI untuk mengambil langkah tegas berupa penuntutan hukum terhadap majikannya," tandas Erman dalam siaran pers Depnakertrans di Jakarta, Kamis.

Keni adalah warga Desa Losari Lor, Kecamatan Losari, Brebes, Jawa Tengah. Dia disiksa oleh majikan perempuannya di Madinah, Arab Saudi, selama tiga bulan, dan kini sudah berada di Indonesia

Saat dijenguk Erman di RS Polri Kramat Jati, Keni sudah membaik di mana luka-lukanya mulai mengering dan tampak keloid dibekas lukanya.

Kedua kuping Keni hampir putus dan lidahnya telah diiris pisau sehingga kondisinya sangat memilukan.

Erman berjanji segera bertemu dengan Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia guna membahas berbagai masalah, tidak haya Peni, namun juga keselamatan dan perlindungan TKI yang bekerja di Arab Saudi.

"Kita harus mencari solusi terbaik agar penyiksaan yang kerap dialami TKI di luar negeri dihentikan secepatnya," kata Erman.

Menteri juga akan meminta perusahaan jasa TKI yang menempatkan Keni segera mengurus asuransinya, meskipun biaya perawatan Keni sudah ditanggung pemerintah.

Untuk meringkankan beban Keni, Menakertrans menyarankan Keni tak perlu lagi bekerja di luar negeri sebagai TKI dan menjanjikan pemerintah akan memberi bantuan wirausaha untuknya di tanah air.

Menakertrans juga akan berkoordinasi dengan Departemen Sosial dan Departemen Luar Negeri agar Peni bisa menjalani operasi plastik.

Keni, ibu satu anak, meminta Erman menuntut majikannya. "Tolong saya Pak Menteri, tuntut majikan saya agar tidak ada lagi TKI yang bernasib seperti saya," katanya memohon.

TKI lain bernama Sunaeni, asal Indramayu, dikabarkan juga telah disiksa majikannya. Keduanya mengalami nasib sial pada keempat kalinya bekerja di luar negeri

Keluarga Saodah Diminta Melapor

Ungaran (Espos) Dinsosnakertrans Kabupaten Semarang menunggu laporan resmi dari keluarga Umi Saodah, 34, TKW asal Tuntang, yang kini ditahan di Gaza, Palestina.

Kabid Pemberdayaan Kesejahteraan Sosial pada Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kabupaten Semarang, Johny Purwanto, mengaku belum menerima laporan mengenai musibah yang dialami Umi Saodah itu. Untuk itu, keluarga Umi diimbau segera melaporkan kasus tersebut ke Dinsosnakertrans agar bisa segera diambil upaya untuk mengembalikan tenaga kerja wanita (TKW) asal Dusun Tlawongan RT 6/RW V, Karang Tengah itu.
Diakui Johny yang sebelumnya pernah menjabat sebagai Kabid Penempatan Tenaga Kerja, Dinsosnakertrans tidak bisa berbuat banyak mengenai hal selain melaporkannya ke Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI). “Kalau ada TKI yang terkena kasus itu urusannya BNP2TKI, mereka yang melindungi. Kalau mereka membutuhkan data-data akan kami beri,” ujarnya di Ungaran, Sabtu (10/1).
Johny mengatakan, pihaknya baru bisa melangkah jika BNP2TKI sudah berupaya menyelesaikan kasus tersebut. Apabila orangtua korban ingin agar anaknya segera dipulangkan, maka keluarga TKW itu harus mengajukan surat permohonan yang disampaikan ke Dinsosnakertrans. Johny juga memaparkan, Dinsosnakertrans tidak bisa berbuat apa-apa tatkala penyalur jasa tenaga kerja (PJTKI) yang digunakan Saodah adalah PJTKI illegal.
“Kalau itu PJTKI illegal kami tidak bisa masuk. Yang kami urus itu yang resmi. Kami minta tolong kepada penyalurnya untuk memulangkan TKW yang bersangkutan, kalau ilegal sulit. Meski demikian karena itu warga kami, kami akan tetap membantu,” lanjutnya. - Oleh : kha

Sumber

Keni Dibakar Oleh Majikan

Gaji Rp 6 juta yang diterima Keni (28) agaknya tidak akan pernah
sebanding dengan penderitaan yang dialaminya.

Keni, tenaga kerja Indonesia asal Desa Losari Lor, Kecamatan Losari,
Brebes, Jawa Tengah, disiksa oleh majikan perempuannya di Madinah,
Arab Saudi, selama tiga bulan. Dia kini dirawat di RS Polri Sukanto,
Kramat Jati, Jakarta Timur.

Luka-luka Keni memang sudah mulai kering. Namun, keloid yang muncul di
bekas-bekas luka dan bentuk kedua kupingnya yang berubah akan menjadi
tanda sepanjang umur Keni dan orang-orang di sekitarnya atas kekerasan
yang dialami Keni.

Dari penuturan Keni, kekerasan yang dilakukan Wafa, majikan
perempuannya, dimulai setelah satu bulan dia bekerja pada keluarga itu.

"Majikan marah kalau saya tidak bisa membersihkan ruangan dalam waktu
setengah jam. Padahal ruangannya banyak. Rumahnya saja tiga lantai,"
tutur perempuan yang sudah memiliki satu anak berusia tiga tahun ini.

Setiap marah, Wafa lalu menarik Keni dan membawanya ke ruang setrika.
Setrikaan yang telah dipanaskan oleh Wafa lalu ditempelkan ke tubuh
Keni. "Setiap kali menyetrika tubuh saya, dia lalu mengobatinya. Dia
punya lemari obat-obatan yang besar. Tetapi besoknya, kalau marah, dia
menyetrika saya lagi," cerita Keni.

Luka bakar yang diderita Keni hampir menutupi seluruh tubuhnya. Kedua
kuping Keni tampak mengerut. Leher, kedua tangan, dada, perut,
punggung, dan kaki, semua tidak luput dari kebengisan Wafa.

Selain menyetrika, Wafa juga memukul Keni, mencongkel gigi depan Keni,
kemudian memaksa Keni untuk menelannya, dan juga tidak memberi makan
yang cukup bagi Keni.

Keni mengaku tidak bisa melarikan diri karena rumah majikannya selalu
terkunci. Dia baru bebas ketika majikan laki-lakinya, Khalid Al
Khuraifi, mengetahui perbuatan istrinya. Keni lalu dipulangkan ke
Indonesia. Namun, ketika pulang, Keni dipakaikan baju dan cadar yang
tertutup sehingga luka-luka yang ada di kulitnya tidak ditahui oleh
pihak keamanan di bandara.

Ketika Keni akan pulang, majikan memberikannya gaji Rp 6 juta.
Padahal, Keni telah bekerja selama 4,5 bulan dan gaji per bulannya Rp
2 juta. "Alasannya, gaji saya dipotong untuk biaya tiket pesawat,"
kata Keni.

Charmiah (48), ibunda Keni, ketika ditemui di RS Polri terus-menerus
menangis melihat kondisi anak tunggalnya itu. "Anak saya berangkat
cantik, kenapa sekarang bisa begini. Saya minta pelakunya dihukum
setinggi-tingginya," kata perempuan yang sehari-hari berdagang bahan
pokok di Pasar Losari ini.

Charmiah mengaku, dia tidak mengizinkan Keni bekerja di luar negeri.
Namun, Keni harus bekerja karena suaminya, Saifudin, tidak memiliki
pekerjaan tetap. Dia lebih sering menganggur daripada bekerja.
Charmiah meminta Keni membantunya berdagang saja. Namun, Keni menolak.
Dia memaksa dengan alasan mencari pengalaman selagi masih muda.

"Tidak tahunya pengalaman yang didapat adalah pengalaman buruk,"
tangis Charmiah.

Menurut Charmiah, sebelum bekerja kepada Wafa, Keni pernah bekerja dua
tahun di Arab Saudi. Namun, selama dua tahun bekerja, Keni tidak
pernah mengirimkan uang gajinya kepada keluarga. "Tidak tahu uangnya
ke mana. Kata dia, belum dibayar majikannya."

Nirmala Bonat ke-2

Jamaluddin, Koordinator Advokasi Serikat Buruh Migran Indonesia
(SBMI), menyayangkan kekerasan yang dialami Keni ini tidak diumumkan
oleh pemerintah. "Keni sudah tiga bulan dirawat di RS Polri dan tidak
sekali pun pemerintah terbuka mengenai masalah ini," kata Jamaluddin.

Dia menilai pemerintah selalu bertindak lambat dan cenderung menutupi
kejadian yang menimpa warganya yang berada di luar negeri.

"Kasus Keni menjadi kasus Nirmala Bonat ke-2, TKI yang disiksa di
Malaysia. Kasus Nirmala sendiri membutuhkan waktu empat tahun untuk
memberikan hukuman kepada majikannya," kata Jamaluddin.

Dengan kasus yang menimpa Keni ini, SBMI menuntut Pemerintah Indonesia
mengajukan nota protes diplomatik kepada Pemerintah Arab Saudi dan
mendesak Pemerintah Arab Saudi mengusut tuntas kasus Keni sesuai hukum
yang berlaku di Arab Saudi.

"Proses pengadilan untuk kasus penyiksaan terhadap TKI sangat
melelahkan. Bahkan, banyak kasus yang terhenti proses penyidikannya,"
tegas Jamaluddin yang bertemu dengan Keni tanpa sengaja di RS Polri.

Sementara itu, Kepala Subdirektorat Pengamanan Deputi Perlindungan
Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) Komisaris
Besar Yunarlim Munir mengatakan, BNP2TKI telah bekerja sama dengan
perwakilan di luar negeri untuk mengusut tuntas kasus ini.

"Majikannya menyatakan sanggup membiayai pengobatan Keni hingga
sembuh. Namun, kasus hukumnya kami serahkan kepada Pemerintah Arab
Saudi," kata Yunarlim.

Dia juga mengatakan, saat ini majikan perempuan Keni telah diperiksa
penyidik. "Proses pemeriksaannya belum selesai. Jadi belum tahu kapan
persoalan ini akan dibawa ke pengadilan," kata Yunarlim.

Dia menambahkan, saat ini ada sekitar enam juta TKI yang bekerja di
luar negeri. Dari jumlah itu, yang mengalami penyiksaan tidak banyak.
"Saya tidak tahu jumlah pastinya, tetapi angkanya kecil hanya 0,0
sekian persen," kata Yunarlim.

Jamaluddin mengatakan, jumlah TKI yang mempunyai masalah di luar
negeri cukup banyak. Dari 1.000 TKI yang pulang setiap hari, sekitar
100 orang mempunyai masalah. Namun, masalahnya beragam

Saturday, January 10, 2009

”Saodah bukanlah pencuri!”

Sidorejo (Espos) Wajah Muh Yusmin, 58, yang sudah banyak kerutan itu tak menampakkan ekspresi apa-apa. Namun dari sorot matanya yang sudah redup, bisa terbaca kegundahan hatinya.

Bibirnya tak mampu berkata-kata ketika dia mengetahui puterinya, Umi Saodah, 34, yang tengah berjuang menjadi pahlawan devisa di Timur Tengah sebagai tenaga kerja wanita (TKW) dikabarkan dirundung kesulitan. Umi disebut-sebut ditahan atas tuduhan melakukan pencurian. Lebih parah lagi, dia ditahan di sebuah penjara di Gaza, Paletina, sebuah negara yang saat ini sedang menjadi arena perang.
Katinem, 56, isteri Muh Yasmin, mengaku sering jatuh sakit karena memikirkan nasib anak pertamanya. Persoalan ekonomi keluarga dan hilangnya anak ketiganya saat ini sudah membuatnya tertekan. Kabar ditahannya Umi, membuat pikirannya semakin terbebani dengan beban yang dia katakan tak sanggup untuk dipikul.
Tuduhan bahwa puterinya melakukan pencurian, sangat tidak bisa dia terima. Menurut wanita paruh baya ini, saat ditemui di rumahnya yang sangat sederhana di RT 6/RW V Dusun Talwongan Desa Karangtengah Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang, anaknya tersebut sejak kecil tidak pernah melakukan tindakan tak terpuji apalagi mencuri.
Umi Saodah menurut dia, Selma ini dikenal sebagai anak yang tahu tata krama dan sopan santun. Itu pasalnya, Katinem langsung membantah tatkala anaknya disebut sebagai pencuri.
Komunikasi terakhir yang dilakukan Saodah melalui telepon sudah sekitar enam bulan lalu, saat menjelang puasa. Saat itu ia menceritakan keinginannya untuk pulang ke kampung halaman. Namun masa berlaku paspornya yang sudah habis memupuskan harapannya.
Menurut Katinem, Saodah sudah berulang kali mengeluhkan soal paspor. Majikannya enggan membuatkannya paspor. Ia pun bahkan akan menggunakan paspor dari negara lain agar bisa pulang. “Saya sering diminta untuk membuatkan paspor, katanya dia sudah ingin pulang, tapi kami tidak memiliki uang,” ujar Katinem sambil menangis.
Memang sejauh ini belum ada laporan yang menyebut Saodah mendapat perlakuan buruk, berupa penganiayaan fisik dari majikannya. Namun, Saodah sering menceritakan bahwa majikannya itu, yakni keluarga Dr Suhaib Kamal, sangat pelit. - Oleh : Kaled Hasby Ashshidiqy

Sumber

Identitas TKW yang ditahan di Palestina terungkap

Tuntang (Espos) Misteri tenaga kerja wanita (TKW) asal Jateng yang dikabarkan ditahan di Gaza, Palestina akhirnya terungkap. Wanita yang sebelumnya disebut-sebut bernama Umi Saadah, warga Salatiga, sebenarnya bernama Umi Saodah, 34, warga Tlawongan RT 6/RW V Desa Karangtengah Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang.

Seperti diberitakan SOLOPOS Salatiga Raya (8/1), Duta Besar RI di Kairo, Mesir, Abdurrahman M Fadir, menginformasikan adanya seorang TKW asal Salatiga yang terjebak di kancah agresi Israel ke Palestina. Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kota Salatiga kesulitan melacak identitas TKW itu.
Kepala Disnakertrans Kota Salatiga, Drs Amien Singgih telah mengklarifikasi tiga PJTKI di wilayahnya namun tak juga memperoleh jawaban memuaskan. Misteri itu terungkap Jumat kemarin. Umi Saodah telah bekerja selama kurang lebih delapan tahun sejak tahun 2000 menggunakan jasa penyalur tenaga kerja asal Jakarta yang diduga ilegal.
Umi merupakan anak pertama dari empat bersaudara hasil pernikahan Muh Yasin, 58, dengan Katinem, 56. Saat ditemui di kediamannya, Jumat (9/1), baik Muh Yasin maupun Katinem yang didampingi seorang kerabatnya, Budi, tak mampu menyembunyikan kesedihan yang mendalam. Orangtua korban awalnya mengetahui informasi anaknya ditahan di Palestina dari omongan tetangga yang melihat dari media elektronik. - Oleh : kha

Sumber

Monday, January 5, 2009

Kisah Tragis TKI Ilegal di Malaysia

Kapanlagi.com - Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia yang sempat menjalani masa penahanan di penjara maupun dalam kamp penampungan karena tidak memiliki ijin kerja resmi, meminta perhatian dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Malaysia.

"Saya mendapat perlakuan yang kurang baik dari petugas selama ditahan di penjara Sungai Buluh, Malaysia. Bahkan semua uang dan barang berharga yang saya miliki disita," kata Sujiono (42), TKI asal Lumajang, Jawa Timur, yang tiba di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Sabtu, bersama dengan147 TKI lainnya yang dideportasi oleh Pemerintah Malaysia.

Namun selama di Malaysia, menurut Sujiono, tidak satu pun petugas KBRI yang datang untuk mengusahakan keadaan yang lebih baik bagi mereka.

Saat menghadapi persidangan di Malaysia, Sujiono mengaku bertemu dengan beberapa petugas KBRI yang berjanji mengupayakan keringanan hukuman baginya.

Namun saat pengadilan Malaysia memutus hukuman 10 bulan penjara bagi Sujiono sampai akhirnya ia bebas pada Februari 2005, tidak satu pun petugas KBRI yang menjumpainya.

Sujiono mengaku selama di penjara ia sering dipukuli petugas dengan rotan.

Bahkan, ia juga sering dipukul oleh sesama tahanan lain yang berasal dari Malaysia. Uang sebanyak 1.000 Ringgit Malaysia beserta satu unit telepon genggam miliknya pun disita oleh petugas.

Hal senada dikatakan pula oleh Hariyanto, TKI asal Surabaya. Selama di penjara maupun setelah dipindah ke kamp penampungan Belantik Kedah, ia mengaku mendapat perlakuan yang kurang baik.

"Kami seperti tidak ada harga diri selama ditahan di sana. Semua uang dan barang diambil. Terkadang kami dibariskan kemudian dipukul dengan rotan. Kami bahkan dipanggil dengan sebutan `lembu` oleh petugas," tuturnya.

Nasib lebih buruk dialami oleh Sodik, TKI asal Cilacap, Jawa Tengah, yang mengalami gangguan jiwa setelah ditahan selama delapan bulan di kamp Tanah Merah, di daerah Kelantan, Malaysia.

Sejak turun dari KM Samudera Jaya 88 di pelabuhan Tanjung Priok, ia sudah tidak mengenakan alas kaki dan tatapan matanya terlihat kosong.

Saat petugas menanyakan daerah asal kepadanya, Sodik hanya menunduk sambil memejamkan mata. Seorang rekannya mengisyaratkan kepada petugas bahwa Sodik mengalami gangguan jiwa dengan meletakkan jari tangan di dahinya.

"Ketika bertemu dengan dia, kondisinya memang sudah begitu. Kalau ditanya, dia hanya diam atau menangis. Terkadang dia tidak mau makan sama sekali," ujar Widodo, yang mengenal Sodik selama berada di kamp Tanah Merah selama tiga bulan.

Widodo menyatakan jumlah TKI yang mengalami gangguan jiwa di penjara maupun di kamp penampungan cukup banyak, umumnya mereka mengalami stress karena sama sekali tidak memiliki apa-apa lagi setelah bekerja cukup lama di negeri Jiran.

Keadaan itu diperparah lagi oleh perlakuan petugas yang kurang baik kepada mereka.

"Masih ada ribuan TKI yang ditahan di Malaysia, jumlah yang stress cukup banyak. Kalau saja KBRI mengetahui hal ini dan memberikan pertolongan kepada teman-teman kami yang masih bertahan di sana," ujar Widodo.

Pemerintah Indonesia menyatakan akan berupaya memberikan perlindungan maksimal bagi TKI ilegal, kendati mereka bersalah karena memasuki Malaysia tanpa dilengkapi dokumen resmi.

Duta Besar RI untuk Malaysia, Rusdihardjo, pada awal Maret 2005 menyatakan pemerintah menyiapkan sepuluh pengacara khusus untuk mendampingi TKI ilegal yang menghadapi persidangan di Malaysia.

Setelah masa amnesti bagi pekerja ilegal di negeri jiran tersebut berakhir pada 28 Februari 2005, pemerintah Malaysia menggelar operasi Tegas secara intensif dengan mengerahkan sekitar 160.000 petugas dan relawan untuk memburu sekitar 200.000 pekerja ilegal yang berada di Malaysia. (*/rit)

Kisah Pilu Tak Berakhir

Oleh: Dian Auliya, Anggota AlPen Prosa Makassar, Alumnus UNM
(dimuat 27 Juni 2007 di Harian Tribun Timur, SulSel)

Memasuki minggu ketiga Juni 2007, pemberitaan media massa kembali diramaikan oleh berita tentang seorang tenaga kerja Indonesia (TKI) yang berupaya kabur.
TKI yang bernama Ceryati, asal Brebes, Jawa Tengah itu, nekat kabur dari apartemen majikannya yang berada di lantai 15. Dia turun meluncur dari Apartemen Tamarind Sentul, Kuala Lumpur,Malaysia melalui tali yang merupakan sambungan dari kain termasuk celana dalam dan BH, Minggu, 17 Juni 2007.
Ceryati kabur saat majikannya sedang tidak berada di rumah, dan berusaha meluncur dari lantai 15 sebuah apartemen tanpa memperhatikan keselamatannya.
Perbuatan sangat nekat itu dia lakukan karena sudah tidak tahan dengan perilaku kasar dan penganiayaan yang selama ini dia terima dari majikannya. Setelah TKI ini berhasil diselamatkan oleh petugas pemadam kebakaran Malaysia, baru diketahui ternyata pada beberapa bagian tubuhnya, terdapat banyak luka memar akibat pukulan majikannya, di antaranya pada pelupuk mata dan leher.

Bukan Baru
Sesungguhnya, kisah Ceryati bukanlah suatu hal yang baru dalam kisah duka para tenaga kerja (dulu disebut buruh migran) asal negeri ini.
Ceryati juga bukan satu-satunya korban. Ceryati hanya satu di antara puluhan atau bahkan ratusan kisah duka TKI yang mengalami penganiayaan di negeri tempat mereka bekerja.
Selama perjalanan tahun ini saja, Migran Care mencatat sebanyak 28 TKI di luar negeri telah mengalami kekerasan oleh majikan mereka.
Sebanyak 61 TKI dilaporkan telah meninggal dunia. Warga Malaysia dan Arab Saudi, tempat mereka kerja, merupakan yang paling banyak melakukan kekerasan terhadap TKI.
Rata-rata para korban kekerasan mengalami luka-luka memar maupun luka sayatan oleh majikannya. Sementara beberapa TKI yang meninggal juga disebabkan karena sakit dan mendapatkan perlakuan yang tidak baik dari majikan. Lebih dari 60 persen TKI yang mendapatkan kekerasan dan meninggal adalah tenaga kerja perempuan (metrotvnews.com).
Kisah penganiayaan ala majikan Ceryati, pelecehan seksual, dan berbagai bentuk penganiayaan lain terus juga membayangi nasib para TKI di luar negeri.
Bahkan mereka juga dihantui oleh beban kerja yang over time, ada juga sebagian namun gaji mereka terkadang tak dibayar oleh majikannya.
Perlakuan seperti ini di antaranya dialami oleh Siti Zubaidah, TKI dari Kabupaten Madiun, Jawa Timur. Siti bekerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT) di Taiwan, namun kemudian dipulangkan setelah dikabarkan mengalami kecelakaan di tempat kerja (jatuh dari lantai tujuh apartemen tempatnya kerja).
Belakangan diketahui kalau Siti dipaksa bekerja selama 15 jam per hari untuk membersihkan ruangan di 11 rumah milik majikan dan kerabatnya (metrotvnews.com).
Ceryati dan Siti juga tidak sendiri. Karena di ’seantero’ negara yang menjadi tujuan pengiriman TKI, ada banyak kasus serupa yang menimpa mereka. Dari Malaysia hingga Timur Tengah, Hongkong, Taiwan, bahkan Amerika pun, mempunyai sejarah kelam bagi para TKI.
Masih banyak di antara TKI yang mengalami nasib yang sama dengan Ceryati dan Siti tetapi mereka tidak melaporkan dan tidak terungkap di media.

Problem Klasik
Munculnya fenomena berbondong-bondongnya tenaga kerja asal Indonesia untuk pergi menjemput rezki ke luar negeri, tidak bisa dilepaskan dari kondisi ekonomi di dalam negeri.
Kemiskinan yang terstruktur dan semakin mencekik leher masyarakat di negeri ini telah pasti membuat hidup semakin susah. Sementara akibat kemiskian itu, otomatis tidak ada jaminan untuk hidup sejahtera bagi masyarakat.
Kondisi itu ditambah lagi dengan sempitnya lapangan pekerjaan yang disediakan oleh pemerintah hingga menyebabkan jumlah pengangguran kian ‘bertumpuk’ dari masa ke masa. Kalau pun ada lapangan kerja, upahnya juga sangat murah dan tak sesuai harapan.
Itulah beberapa faktor yang telah memicu banyak orang berhijrah ke negara lain untuk mengadu nasib mencari pekerjaan demi mendapatkan rezeki untuk menyambung hidup. Mungkin dalam bahasa para TKI, “daripada harus tetap bertahan di dalam negeri, namun berada dalam kelaparan dan kemiskinan, lebih baik menjadi TKI saja.”
Menjadi TKI adalah solusi bagi mereka untuk bertahan hidup. Namun, ironisnya, maksud hati ingin mencari pekerjaan yang nyaman, tapi ternyata justru penganiayaan yang mereka peroleh di luar negeri, seperti yang dialami oleh sebagian TKI; Ceryati dan kawan-kawan.
Selain hal di atas, nasib buruk para TKI juga disebabkan oleh kelemahan birokrasi dalam pengiriman TKI dengan sistem yang buruk pula. Banyak perusahaan ilegal yang mengirim para TKI dengan iming-iming akan dipekerjakan di tempat ini-itu.
Setelah sampai, mereka terkadang tidak mendapatkan apa yang sudah dijanjikan, padahal untuk berangkat saja mereka sudah membayar mahal. Sehingga, ibaratnya, para TKI dijadikan sebagai sapi perahan oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab, yang terlibat dalam ‘bisnis’ TKI. Mereka justru mencari keuntungan di tengah himpitan penderitaan orang lain.
Kalau pun ada perusahaan yang resmi untuk mengirim tenaga kerja, namun tak bisa diingkari, banyak pula dokumen yang dipalsukan seperti soal umur, dan lain-lain. Lokasi pengiriman TKI juga sering tidak sesuai tujuan yang dijanjikan. Akibatnya, ini pula yang menjadi faktor tersendiri akan pemicu semakin panjangnya daftar penderitaan para TKI.

Peran Pemerintah
Sebenarnya, boleh jadi, rakyat negeri ini tidak akan begitu tergiur untuk menjadi TKI, jika kemiskinan terstruktur yang ‘diciptakan’ negara tidak demikian kejam melanda masyarakat.
Tidak akan terjadi kelaparan dan kemiskinan di dalam negeri sendiri jika tersedia lapangan kerja yang memungkinkan setiap orang untuk mencari nafkah hingga pengangguran tidak terus bertambah.
Masalah TKI ini juga tidak akan terjadi jika saja kesejahteraan hidup terjamin di dalam negeri. Sayangnya, semua ini seakan masih di awang-awang dan sulit dijangkau oleh masyarakat.
Atas berbagai faktor itulah, maka peran pemerintah sebagai pihak yang paling bertanggung jawab untuk menangani urusan rakyat, sangat dituntut keseriusannya. Yang dimaksud adalah tanggung jawab yang maksimal dalam mengurus berbagai problematika masyarakat, terutama mengatasi pengangguran.
Juga dibutuhkan keseriusan pemerintah dalam menangani penderitaan yang dialami oleh para TKI yang ada di berbagai negara. Setelah ada masalah yang terkait dengan TKI, yang menjadi tanggung jawab dan tugas pemerintah adalah menyelesaikan termasuk mendampingi korban dalam proses hukum.
TKI juga warga negara Indonesia yang berhak mendapatkan pelayanan negara secara memuaskan, apa pun statusnya. Mereka adalah warga negeri ini yang berjuang mendulang devisa. (***) www.tribun-timur.com

Design by Free blogger template