Kisah TKI di Irak
Tiap Malam Mendengar Suara Bom dan Letusan Senapan
Jakarta, CyberNews. Entah bagaimana rasanya, mengais
rezeki di negara yang sedang dilanda peperangan
seperti di Negeri Seribu Satu Malam Irak. Alih-alih
bukan gelimang dinar ataun dolar yang didapat, namun
nyawa bisa jadi taruhannya. Dalam tulisan ini, akan
mengulas pengalaman salah satu Tenaga kerja Indonesia
(TKI) 'alumnus' Irak. Nasibnya cukup beruntung, bila
dinbandingkan dengan sekitar 60-an TKI yang kabarnya
kini masih berada di Irak.
Elli Anita, menceritakan, tanggal 22 Oktober 2006,
dirinya rela meninggalkan keluarganya di Jember,
menuju Timur Tengah atau tepatnya Dubai, Uni Emirat
Arab (UEA), karena tawaran kerja yang cukup
menjanjikan, sebagai Sekretaris di sebuah agensi
penempatan tenga kerja Naswan Labour Supplay. Namun,
cerita manis tersebut kemudian berubah ketika agennya
mulai melakukan pelecehan seksual kepadanya, seperti
memeluk dan memgangnya ketika sedang bekerja.
Meresa diperlakukan tidak senonoh, Elli meminta pindah
kerja, namun ditolak oleh agennya. Permintaan tersebut
dapat diluluskan bila dirinya bersedia tidur dengan
sang agen, yang langsung ditolaknya mentah-mentah.
Dua bulan kemudian, permohonan tersebut diloloskan,
dengan konsekuensi tidak mendapatkan gaji, selama
bekerja di Dubai. Tanggal 18 Desember 2006, Elli
dijanjikan agensinya, diperkerjakan di hotel atau
retoran yang terdapat di negara yang sedang
berkembang, dekat Italia. Namun, perasaan lega lepas
dari bayangan pelecehan, tidak membuat hidupnya lebih
baik.
Ternyata bukan, negara dekat Italia yang ditujunya,
dia malah diperkerjakan sebagai pembantu rumah tangga
di daerah Kurdistan, Irak. ''Saya tidak tahu kalau itu
Irak. Seminggu setelah sampai disana saya baru 'ngeh'
itu Irak. Saya bekerja di rumah majikan seorang
pejabat di sana,'' ujar Elli.
Bekerja di negara yang menjadi arena peperangan
mencuatkan perasaan kawatir di benaknya. Elli mengaku,
suara bom dan senapan, menemaninya tiap malam. Tidak
hanya itu serpihan daging manusia menjadi pemandangan
yang biasa dilihatnya.
Tiga bulan berada di Irak, pihaknya lantas menghubungi
Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Dubai.
Pasalnya dirinya sadar, sebagai TKI yang pernah
bekerja di Dubai, data-datanya pasti masih tercatat di
sana. Pejabat KBRI di Dubai yang khusus menangani TKI
ilegal dan trafficking, Dede Ahmad Rifai, yang
berhasil dihubunginya, tidak banyak membantunya. bukan
jalan keluar yang ditawarkannya, namun malah
menyalahkan dia, karena bekerja di Irak.
''Dia (Dede) bilang tidak bisa bantu, karena saya
berada di Irak, kalau berada di Dubai dia mengatakan
baru bisa bantu. Kalau saya di Dubai, saya kan pasti
tidak minta bantuan kepadanya,'' serita Elli.
Walaupun begitu, dia mengaku masih cukup beruntung,
pasalnya di tempat majikannya, terdapat layanan
internet yang dapat digunakannya, tentunya dengan
mencuri-curi waktu saat malam tiba. Melalui internet,
pihaknya menceritakan nasibnya yang ingin keluar dari
Irak. Kemudian, datang respon dari tanah air, yakni
Police Analyst Migrant Care, Wahyu susilo.
Melalui adik kandung aktivis yang juga penyair buruh
Wiji Tukul, yang hilang sesaat sebelum reformasi ini,
Elli mendapatkan nomor kontak Direktur Perlindungan
WNI dan Badan Hukum Indonesia Departemen luar Negeri
(Deplu) Teguh Wardoyo.
Lewat Teguh, dia meminta bantuan agar segera
dikeluarkan dari Irak. Tidak berbeda dengan sat
menghubungi Dede Ahmad Rifai, pejabat Deplu tersebut
hanya menyuruhny untuk sabar menunggu bantuan. Setelah
ditunggu beberapa lama, nasibnya tidak kunjung jelas,
Elli bercerita kemudian menghubungi pihak KBRI di Aman
Yordania, dan Walid Getek, pejabat di kedutaan
Indonesia di Baghdat Irak.
''Pak Arya dari KBRI di Aman, kalau dihubungi
jawabannya sangat menjanjikan, menurutnya tiket sudah
diurus, dan tiga minggu lagi dapat keluar dari Irak.
Tapi semuanya tidak bisa dipercaya,'' ungkap Elli.
Nasibnya yang tidak jelas, lantas membuat Elli kembali
menghubungi Teguh, yang juga membuatnya kecewa.
''Bilangnya dia, pemerintah Indonesia sudah kirim
tentara, untuk membantunya, namunkatanya tertembak
tentara Amerika. Saya disuruh menunggu sebentar lagi,
pokonya alasannya sangat tidak masuk akal.''
Namun, Teguh sempat memberi alternatif lain kepadanya
untuk menghubungi International Organization for
Migrant (IOM). Lantas bersama ketiga temannya,
pihaknya mencari alamat IOM tersebut. Sebelumnya
pihaknya, sempat meminta kepada majikannya untuk
mengembalikannya ke Indonesia.
Permintaan tersebut tentu ditolak sang majikan telah
mengeluarkan ribuan dolar untuk mengambilnya dari
agensinya yang juga mengambilnya dari, Naswan Labour
Supplay, Bruska. Namun, untuk meluluhkan hati
majikannya, dirinya bersedia tidak makan dan minum
selama beberapa hari. Untungnya, di saat yang
bersamaan, majikannya tersebut mendapatkan
penggantinya.
Oleh sang majikan, lanjut Elli, kemudian dirinya
dikirim kembali ke Bruska. Namun, bersama ketiga
temannya dirinya berhasil kabur dari agensi tersebut.
Setelah berhasil lolos, dia yang kini bersama dengan
teman-temannya, yakni Custini, Siti Julaeha, dan Aan
Fatonah, melanjutkan pencarian kantor IOM.
Setelah berjalan, tiga hari, tiga malam untuk
menemukan tempat yang ditujunya, bukan berarti mereka
dapat lega. IOM hanya dapat membantu dengan syarat dia
bersama ketiga temannya dapat menunjukkan dokumen
resmi.
''Mereka mengtakan seperti itu. Mendengar itu, kami
lemas dan memohon untuk setidaknya dapat tidur di
tempat IOM, karena kalau kembali ke agen Bruska, kami
kawatir dihajar. kemudian kami harus kembali ke
Bruska, namun mereka tidak mau memberikan paspor,
karena menurut mereka telah membeli kami dengan harga
2.500 dolar AS dari Agen Naswan,'' kenang Elli.
Lewat bantuan IOM, akhirnya pada tanggal 7 November
2007, pihaknya dapat diterbangkan ke tanah air.
''Ketika di bandara Soekarno Hatta, saya dijemput Ibu
Meutia Hatta (Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan),
dari pihak Mabes Polri, IOM, Migrant Care, dan banyak
lagi,'' katanya dia.
Sesampainya di tanah air, pihaknya kemudian bergabung
dengan Migrant Care, karena pengalamannya menjadi
korban sehingga tidak ingin hal itu etrus terulang TKI
yang lain.
(Wahyu Wijayanto /CN09)
0 comments:
Post a Comment